Kemajuan Peradaban Islam
di Wilayah Tabriz, Delhi, dan Sarai Baru (dekat Moscow)
Peradaban islam telah memberikan berbagai sumbangan besar pada
dunia. Ia telah memberikan pengaruh besar dan kemajuan, baik itu dalam bidang
politik, kepemerintahan, undang-undang hukum, ilmu pengetahuan, dan pembangunan
gedung-gedung indah di berbagai negara. Bahkan pada periode pertengahan muncul
tiga kerajaan besar Islam yang mewakili tiga kawasan budaya, yaitu Kerajaan
Usmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India. Beberapa
wilayah yang mendapatkan dampak dari kemajuan peradaban Islam diantaranya
adalah wilayah Tabriz, Delhi, dan Sarai Baru (dekat Moscow).
Wilayah Tabriz, Delhi, dan Sarai Baru (dekat Moscow) menjadi saksi
atas perkembangan dan kemajuan peradaban, serta saksi perjuangan dari berbagai
dinasti dan penguasa yang menaklukkannya. Kehancuran yang ditimbulkan para
penakluknya ataupun kemajuan peradaban yang telah diciptakan menjadikan
kota-kota ini menjadi kota terbesar di wilayahnya masing-masing. Berbagai
karya-karya peradaban terdahulu masih meninggalkan jejak di kota-kota tersebut
dan masih bisa dinikmati sampai saat ini.
Meskipun sebelumnya peradaban Islam sempat memudar dan mengalami
kemunduran yang disebabkan oleh penyerbuan bangsa Mongol, namun para penguasa
muslim yang sempat berkuasa di dinasti-dinasti yang muncul pada Abad Pertengahan
telah memberikan kembali harapan. Mereka
mampu berdiri dan menegakkan lagi ajaran-ajaran Islam serta membangun kembali
kemajuan peradaban Islam. Makalah ini akan menguraikan tentang kemajuan
peradaban Islam yang terdapat di wilayah
Tabriz, Delhi, dan Sarai Baru (dekat Moscow) seputar bentuk-bentuk karya yang dihasilkannya dalam
berbagai bidang, seperti pemerintahan, tata kota dan arsitektur. Masing-masing
wilayah tersebut adalah kota-kota besar dan masyhur dalam periode pertengahan
bahkan sampai saat ini.
B.
Pembahasan
1.
Tabriz
Tabriz merupakan kota yang terletak di Iran bagian barat laut. Ia
termasuk salah satu kota terbesar Iran dengan jumlah penduduknya yang lebih
dari satu setengah juta jiwa. Pada Abad III M dan di masa Dinasti Ilkhan
(1256-1353 M) kota Tabirz merupakan ibu kota Azarbaijan, ia dijadikan sebagai
pusat kekuasaan oleh Dinasti Ilkhan. Tabriz dikenal sebagai kota yang makmur
dan paling indah pada Abad Pertengahan. Pada saat itu Tabriz dihuni oleh lebih
dari satu juta penduduk. Banyak orang yang mengunjungi kota tersebut, hingga
kota ini dinilai sebagai kota yang paling padat di dunia. Para seniman dan
filusuf dari berbagai penjuru dunia juga ikut berkunjung ke kota ini. Sehingga
penerimaan pajak dari kota ini melebihi pajak tahunan yang didapatkan raja
Perancis.[1]
Sebelum Tabirz menjadi sebuah ibu kota, ia telah dikenal dengan
kesuburan tanahnya. Negara Iran menjadi
salah satu jalan utama jalur perdagangan yang menghubungkan antara
negara-negara Eropa dan Timur Tengah. Sebelum masuknya Islam dan adanya
penaklukkan di wilayah Iran, berbagai aspek seperti kemanan, perdagangan,
penduduknya, pemukiman, pembangunan kota tidak tumbuh dengan baik. Ia hanya
merupakan pemukiman dusun-dusun kecil dan perkampungan petani dalam kompleks
pertanian yang sederhana yang disela-selai dengan sejumlah istana feodal.[2]
Pada masa awal kepemimpinan Dinasti Ilkhan dari masa Hulagu Khan
sampai Baydu, kecuali Ahmad Teguder, seluruh penguasa Dinasti Ilkhan adalah
non-Muslim. Pada periode tersebut, tidak ada perkembangan yang berarti bagi
masyarakat Muslim, khususnya yang menyangkut perkembangan Islam dan
peradabannya, karena kurangnya perhatian yang diberikan para penguasa tersebut terhadap
Islam.[3]
Namun pada masa raja-raja Dinasti Ilkhan yang telah memeluk Islam, memberikan
perhatian besar terhadap perkembangan peradaban Islam, hingga kemajuannya pun
mulai tampak di wilayah Tabriz. Mereka telah mewariskan khazanah peninggalan
peradaban yang bermanfaat bagi masyarakat Islam.[4]
Pada masa kekuasaan Ghazan Khan, Tabriz mencapai puncak kejayaannya
dan menjadi kota terpenting. Ghazan Khan merupakan penguasa ke VII Dinasti
Ilkhan. Ia seorang pemimpin yang memperhatikan perkembangan peradaban, dan
karena kecintaannya terhadap kesenian, terutama seni arsitektur dan ilmu
pengetahuan, seperti dalam bidang astronomi, kimia, mineralogi, metalurgi, dan
botani, telah membuatnya memberikan banyak kontribusi. Ia banyak membangun
infrastruktur keagamaan dan pendidikan, seperti menyediakan biara untuk para
darwis, membangun perguruan tinggi untuk mazhab Syafi’i dan Hanafi, sebuah perpustakaan,
observatium, dan gedung-gedung umum lainnya. Kota Tabirz telah menjadi pusat
bagi sekolah seni lukis dan seni ilustrasi yang sangat pesat pada saat itu dan
juga menjadi kota bagi pusat lukisan-lukisan Kerajaan Ilkhan.[5]
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaUhphvSmeIZxP_q3oH9-QZI-FjEcQUFiuVaQX3CAXoy7O4X39e1llls16_IlAdl6dFVzGIfvR45wBqtjlx4sjrbrt1UmxVdLKBNIo6G-JbsNWZ5_rTe-ttavlDoV5E5uQQb0ZnO3Xnow/s1600/IMG_20180224_111415.jpg)
Sebagian orientalis menyebutkan, Ghazan termasuk seorang pemimpin
muslim radikal, ia menyingkirkan agama lain dan memaksa mereka untuk masuk
Islam. Hingga pada akhirnya membuat adat lama bangsa Mongol dibungkam dan para
rahib Budha diusir dari Istana di wilayah ibu kota Tabriz.[7] Selain Ghazan, ada Rhasid al-Din yang
merupakan perdana menteri yang juga penulis sejarah bangsa Mongol pada masa
kepemerintahan Ghazan, ia turut serta memberikan kontribusinya. Rhasid al-Din telah memberikan kemajuan di
kota Tabriz dengan memenuhi kebutuhan obat-obatan dan medis dari India,
membentuk ekspedisi militer ke Kabul, membangun banyak vila, yayasan amal, dan
membangun pemukiman yang dikhususkan bagi sarjana.[8]
Pada masa kepemerintahan Dinasti Timuriah di bawah kepemimpinan
Timur Lang, berbagai komoditas dari berbagai negara seperti Arab, Afrika, dan
Eropa disuplay ke Tabriz. Ia telah berusaha untuk meningkatkan kegiatan
perdagangan dan industri dengan membuka rute-rute perdagangan yang baru antara
India dan Persia Timur. Sebagai seorang Muslim, ia juga memperhatikan
pengembangan Islam, ia mengembangkan “seni Timur” dan juga membangun-bangunan
masjid.
2.
Delhi
Delhi
atau yang sekarang lebih dikenal dengan New Delhi adalah ibu kota dari India.
Ia menjadi salah satu rumah bagi Muslim India. Kota ini terletak di pinggir
Sungai Jamuna. Delhi adalah ibu kota kerajaan-kerajaan Islam di India sejak
tahun 608 H/1216 M sampai kerajaan Mughal runtuh oleh Inggris tahun 1858. Namun
beberapa kali Delhi sempat tidak lagi menjadi ibu kota ketika ibu kota India dipindahkan
ke Daulatabad, Agra, dan Lahore dalam waktu yang tidak begitu lama.[9]
Delhi
memiliki kepercayaan yang terbagi menjadi dua golongan besar sebelum masuknya
Islam. Dravida agama yang dipercayai secara abstrak, sedangkan Aria agama yan
dipercayai secara nyata. Bangsa Aria memiliki kepercayaan yang lebih kuat dan
membuat bangsa Dravida ikut mempercayai Aria. Kemudian kepercayaan ini pun
berkembang menjadi agama Brahmana (Hindu) yang melahirkan adanya kasta-kasta,
seperti kasta Brahmana, kasta Ksatriya, kasta Waisa, dan kasta Sudra.[10]
Delhi yang merupakan ibu kota India teelah menjadi salah satu tempat yang
dijadikan sebagai jalur perdagangan di kawasan Asia Selatan. Sebelum masuknya
Islam, kondisi sosial dan politik di India sedang rapuh karena terjadinya
penindasan kaum kasta Brahmana terhadap kasta yang lebih rendah dan orang
Budha, serta adanya perebutan kekuasaan di antara para raja Hindu.[11]
Delhi
merupakan wilayah yang besar dan memiliki banyak bangunan yang masyhur. Ia
termasuk kota kuno yang dibangun oleh orang-orang kafir. Sebelum masuknya Islam
ke dalam wilayah tersebut, ia berada di bawah kekuasaan keturunan Johan Rajput.
Kota ini ditaklukkan pada tahun 584 H. Kota Delhi juga pernah ditaklukkan oleh
Quthbuddin Aibak yang diberi gelar “salar” yang berarti panglima tentara
di bawah perintah mamluk Sultan Syihabuddin Muhammad bin Sinam Al-Ghauri, raja
Ghazni dan Khurasan.[12] Setelah
Quthbuddin wafat, Sultan Syamsuddin Altamasy menjadi raja pertama yang
menguasai daerah Delhi. Pembaiatan Syamsuddin Lalmisy sebagai raja dilakukan
secara terbuka oleh masyarakat juga para fuqaha. Ia memerintah selama 20
tahun, dan dikenal sebagai raja yang adil dan saleh, serta memiliki kemuliaan.[13]
Banyak
pembangunan yang didirikan para penguasa di India pada masa dinasti Islam di
India dan menjadikan kota Delhi sebagai ibu kotanya, seakan mereka
berlomba-lomba untuk membangun dan memperindah bangunan masjid, istana,
benteng, madrasah, dan makam. Tidak hanya makam para penguasanya, melainkan
juga makam-makam para wali.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgg6kW2cY4Bg7_oYY9XDxGf7KH4dRcIIHGBT0sex-CUvxgk1H4YWxW2GnFUSL10LyWcSmkAIhBTJYXzfik8yV3HtDxPb06wAdcizzkLEQoL9j1PYYWSYjgTRtIPqyF8DUZ47WQODpaEnrA/s320/delhi-lotus-temple-1486142341.jpg)
Bangunan
lain yang fenomenal di Delhi adalah Masjid Jami’yang pada awalnya adalah dukhanah
atau tempat patung, namun setelah ditaklukkan, tempat itu digantikan dengan
bangunan masjid. Masjid Jami’ Delhi memiliki halaman yang sangat luas. Dinding,
atap, lantainya terbuat dari batu putih yang dipahat dengan begitu canggih,
sedangkan di bagian luarnya dilapisi dengan timah hitam yang kuat. Tidak ada
bahan kayu sedikit pun dalam bangunan tersebut. Ia memiliki 13 kubah dan mimbar
yang juga terbuat dari batu, serta terdapat empat teras di dalam masjidnya.[15]
Namun
setelah Delhi dihancurkan oleh tentara Timur Lenk, banyak bangunan mewah dan
indah telah lenyap. Kekuasaan para raja yang berkedudukan di Delhi menurun
tajam, dan saat itulah dinasti Lodi menjadikan kota Agra sebagai ibu kota.
Hingga akhirnya Delhi menjadi kota yang terabaikan. Kemudian pada masa
kekuasaan Babur, raja Mughal pertama, merebut Delhi dari tangan dinasti Lodi. Delhi
baru dijadikan sebagai ibu Kota kembali oleh Kerajaan Mughal pada masa Humayun
(1530-1556). Dan pada akhirnya bangunan kota Delhi yang tersisa dan yang dapat
disaksikan sekarang ini hanyalah yang dibangun oleh Kerajaan Mughol saja.[16]
3.
Sarai
Baru
Pada
masa kekuasaan Dinasti Golden Hordé,
Batu membangun sebuah kota yang menarik dan indah, terletak di sebelah barat
sungai induk Volga di tepi Akhluba, ia
menamainya dengan Sarai. Jaraknya sekitar 65 mil sebelah timur laut kota modern,
Austrakhan. Istana yang dibangun di kota
tersebut semuanya dilapisi dengan warna emas. Sarai Baru dibangun pada
abad XIII M pada masa pemerintahan Berke, yang merupakan saudara Batu. Sarai
Baru merupakan kota yang dijadikan sebagai pusat negara pada masa kekuasaan
Dinasti Kipcak/ Dinasti Golden Hordé.
Kota tersebut merupakan saksi perjuangan dan perkembangan Dinasti Golden Hordé. Sarai Baru juga dikenal
sebagai pusat peradaban dunia Islam pasca kehancuran Baghdad oleh Hulagu Khan,
ia dikenal dengan the Second Baghdad.[17]
Berke yang sangat mencintai Islam,
berupaya untuk membangun pemerintahannya berdasarkan syari’at Islam. Oleh
karena itu, Berke mengganti Yassa, UU Mongol yang dibuat oleh Chengis
Khan dengan syari’at Islam. Selain itu, untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang
sangat didorong Islam, Berke banyak membangun masjid, madrasah dan juga
monument-monument indah.Golden Horde dengan Sarai Baru sebagai ibukotanya ini
kemudian berkembang pesat.
Sepeninggal Berke yang paling menorehkan
sejarah atas kejayaan Islam adalah Uzbeg Khan yang naik tahta di Sarai Baru, ia juga berhasil menjadikan orang-orang mongol menjadi Muslim termasuk keturunannya.[18] Pada masa Uzbeg Khan, administrasi kenegaraan ditetapkan
sesuai dengan syari’at Islam. Kesenian dan sastra pada masa Uzbeg mencapai kemajuan
sangat tinggi. Perdagangan pun juga maju dengan sangat pesat yang ditandai
dengan banyaknya pedagang dari Cina yang masuk melewati Laut Baltik. Tingginya
peradaban di Sarai Baru ini diungkapkan oleh Ibnu Batutah dalam kitabnya, Rihlah
Ibn Batutah yang merekam kesempurnaan Dinasti Golden Hordé di Sarai Baru, bahkan Uzbeg Khan dijuluki sebagai satu di
antara tujuh raja besar dunia.[19]
Setelah wafatnya Uzbeg Khan,
keturunannya sempat menggantikan kepemimpinannya, mereka adalah Tini Beg dan
Jani Beg. Tini Beg hanya berkuasa dalam waktu satu tahun, ia dilengserkan dari
tahta kerajaan karena faktor perpindahan agama yang dilakukannya. Sedangkan
Jani Beg dalam kepemimpinannya sempat melakukan ekpsansi namun tidak sepenuhnya
berhasil. Kemudian Beg kembali ke Sarai Baru dan meninggal dikarenakan sakit
yang dideritanya akibat terkena serangan wabah Pes yang menjalar secara
nasional.
Setelah kematian Jani Beg, konflik
dalam tubuh dinasti ini pun muncul dan terjadi perebutan kekuasaan, hingga
perang saudara di istana Sarai Baru pun tak terelakkan. Kemudian muncullah
penguasa baru yaitu Mamai yang berkuasa pada tahun 1361-1380 M dan menduduki
kota Sarai Baru. Setelah itu muncul Tokhtamis yang merupakan saudara Batu
(keturunan Wardah) menjadi penguasa di Sarai Baru dengan bantuan Timur dalam
mengalahkan Mamai. Namun karena penghianatan yang dilakukan Tokhtamis terhadap
Timur, menjadikan Timur geram dan mengutus salah seorang dari kalangan GH untuk
memata-matai dan menjadi boneka untuknya di Sarai Baru.[20]
Tokhtamis pun menyerang Timûr Lang
untuk merebut kembali ibu kotanya yang telah direbut Timur. Ia menyerang Shirvan, menyebabkan serangan balasan dari
Timûr tidak terelakan.
Tentara Golden
Hordé
berhadapan
dengan
pasukan Timûr pada tahun
1395 di Terek/ Terekh di mana dalam peperangan
tersebut tentara Tokhtamis
kalah telak. Tentara
Timûr masuk ke Saraī Baru, menciptakan kerusakan dan pembunuhan secara brutal, menyebabkan selama dua abad terakhir khazanah peradaban yang dibangun dan dipelihara oleh Golden Hordé
di Saraī Baru menjadi hancur total. Inilah tinta hitam dalam sejarah Islam yang mencoreng umat Islam. Karena umat Islamlah (Timûr Lâng) kota tersebut menjadi hancur.[21]
Dengan
kelemahan yang
terjadi dalam tubuh Dinasti Golden Hordé, maka para Duke dari Moscow dan Lithuania mengambil kesempatan dan menyerang bertubi-tubi untuk
melumpuhkan kekuatan Islam. Akhirnya pada
tahun 1502 Golden Hordé
yang lemah pun ditaklukkan oleh Rusia dan riwayat suatu
kekuatan dan kejayaan
Islam di Rusia pun
ikut terhapus dan hilang. Jatuhnya kota Saraī Baru pada tahun 1395, adalah sebuah tragedi
yang sama seperti jatuhnya Baghdad atau jatuhnya Granada tahun 1492 M.
Selanjutnya Golden Hordé
ditaklukkan oleh Rusia untuk sealamanya hingga sampai saat ini juga
masih ada di bawah kekuasaan Rusia.[22]Di
dalam wikipedia dijelaskan bahwa Sarai Baru saat ini letaknya berada di 300km
dari Astrakhan. Setelah kehancuran Sarai Baru, Rusia telah menjadikan Tsaritsyn (sekarang Volgograd) untuk mengontrol
wilayahnya.
Daftar Pustaka
Dr. H. Sulasman, M. Hum. Dan Suparman, M.Ag. 2013. Sejarah
Islam di Asia & Eropa:
Dari Masa Klasik Hingga Modern. Bandung: CV Pustaka Setia.
Esposito, L Jhon. 1987. Islam In Asia, Religion,
Politics, and Society. United States of
America: Oxford University Press.
Bin Bathuthah,
bin Abdullah Muhammad. 2012. Rihlah Ibnu Bathuthah: Memoar
Perjalanan Keliling Dunia di Abad Pertengahan, Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Ading Kusdiana.
2013. Sejarah & Kebudayaan Islam: Periode Pertengahan, Bandung: CV
Pustaka Setia.
Karim, M. Abdul.
2014. Bulan Sabit di Gurun Gobi: Sejarah Dinasti Mongol-Islam di Asia Tengah.
Yogyakarta: SUKA Press.
Yatim,
Badri. 1995. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta Utara: PT Raja Grafindo
Persada.
Lapidus, Ira.M. 1997. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta:
RajaGravindo Persada.
[1]M. Abdul Karim,
Bulan Sabit di Gurun Gobi: Sejarah Dinasti Mongol-Islam di Asia Tengah
(Yogyakarta: SUKA Press, 2014), hlm. 163.
[2]
Ira M. Lapidus,
Sejarah Sosial Ummat Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),
hlm. 70-71.
[3]
Ading Kusdiana,
Sejarah & Kebudayaan Islam: Periode Pertengahan (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2013), hlm.83-84.
[4] Ading, Sejarah,
hlm. 57.
[5] Lapidus,
Sejarah, hlm. 431-432.
[6] Karim, Bulan
Sabit, hlm. 151-152
[7] Ibid.,
93
[8] Ibid.,159-160
[11]
Karim, Sejarah,
hlm. 255
[12] Muhammad bin
Abdullah Bin Bathuthah, Rihlah Ibnu Bathuthah: Memoar Perjalanan Keliling
Dunia di Abad Pertengahan (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2012), hlm.
495-496.
[14] Ibid.,
hlm. 488-489.