Minggu, 08 April 2012

SEJARAH BAHASA ARAB SEJAK MASA JAHILIYAH HINGGA UMAYYAH


BAB I
PENDAHULUAN

Bahasa Arab merupakan bahasa pecahan dari bahasa Semit yang berkerabat dengan bahasa Ibrani dan bahasa-bahasa Noe Arami. Bahasa Arab memiliki penutur lebih besar sekitar 25 negara setelah bahasa Inggris dan Prancis. Penutur bahasa Arab sebagian besarnya tersebar di  daerah Timur Tengah dan Afrika Utara. Bahasa Arab mengalami banyak pengaruh di tiap peradaban seperti Umayyah, Abbsiah dan Persia. Dr. Basuni Imamuddin dalam makalahnya tentang sejarah bahasa Arab membagi bahasa Arab menjadi dua yaitu bahasa Arab Selatan dan bahasa Arab Utara. Bahasa Arab Selatan disebut juga bahasa Himyaria yang dipakai di Yaman dan Jazirah Arab Tenggara. Bahas Himyaria ini terbagi dua yaitu bahasa Sabuia dan bahasa Ma’inia. Tentang bahasa ini telah ditemukan artefak-artefak yang merujuk pada abad ke 12 SM sampai abad ke 6 M. Sedangkan bahasa Arab Utara merupakan bahasa wilayah tengah Jazirah Arab dan Timur Laut[1].



Negara-negara pengguna bahasa Arab sebagai bahasa resmi maupun bahasa keseharian.


BAB II
PEMBAHASAN
Syair dan prosa merupakan sebagian bukti tertulis dari keberadaan bahasa Arab .Karya sayir terbaik akan diagungkan oleh orang arab dan dijaga bahkan selalu diperbaharui. Penyair-penyair terkenal yang sering memenangkan perlombaan tersebut antara lain; Amru al-Qais, Zuhair bin Abi Salmi, al-'Asya, al-Hantsa, Zaid bin Tsabit, dan Hasan bin Tsabit. Hal ini adalah salah satu sebab kesamaan sejarah bahasa Arab dengan perkembangan satra Arab. Sehingga jika ingin meneliti tentang sejarah bahasa Arab tidak bisa dipisahkan dari perjalanan sastar Arab. Bahasa Arab dalam perkembangannya dibagi menjadi 3 periode yaitu periode Jahiliyah, masa Islam, dan masa Umayyah. Adapun tiap priodenya akan dibahas dalam masing-masing sub bab.
1.      Masa Jahaliyah
Jahiliyah berasal dari kata جهل  yang artinya ketidaktahuan atau bodoh. Jahiliyah menurut istilah berati penyembahan berhala yang terjadi disemenanjung Arab. Masa Jahiliyah adalah masa dimana mereka belum diberi pengetahuan tentang Tuhan Yang Esa. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan masa kegelapan bangsa Arab dari aturan hukum, nabi dan kitab suci[2]. Sehingga, batasan dari masa awal pembahasan bahasa Arab masa Jahiliyah adalah masa sebelum datangnya Islam. Bahasa Arab –dalam sebuah teori- dibawa oleh Nabi Islmail yang memiliki hubungan dengan Nabi Nuh.
Priode Jahiliyah merupakan priode pembentukan bahasa Arab. Pada priode ini, banyak kegiatan yang membantu perkembangan bahasa Arab, yakni di suq (pasar) seperti Ukaz, Zu al-Majaz, dan Majannah yang merupakan tempat festival dan prlombaan bahasa Arab antara suku Kuraisy dan suku lain yang datang ke Mekkah untuk berbagai keperluan yang akhirnya mendorong tersiar dan meluasnya bahasa Arab yang pada akhirnya kegiatan tersebut dapat membentuk standarisasi bahasa Arab Fusha dan kesusasteraannya[3]. Dialek suku Kuraisylah yang berpengaruh cukup besar dalam pembentukan dan perkembangan bahasa Arab. Hal ini disebabkan oleh dua faktor yakni faktor internal dan eksternal.
Faktor internal itu berasal dari bahasa dan dialek suku Kuraisy itu sendiri. Dialek suku Kuraisy merupakan dialek yang paling luas diantara dialek Arab lainnya, paling padat materinya, paling dalam gaya bahasanya dan paling lengkap. Selain itu bahasa Arab memiliki karakteristik yang khas, yakni kelengkapan bahasa yang tidak hanya mencangkup dalam bahasa Semit saja tetapi juga mencangkup bahasa lain dan tidak memiliki kesamaannya dalam bahasa lainnya seperti bunyi س, ذ, غ  dan د. Dalam segi nahwu (dramatikal) dan sarafnya (morfologi) lebih luas dan mendalam. Contoh kata dasar كتب bisa berkembang menjadi banyak makna menjadi كاتب  , مكتبة, كتاب , مكتوب, مكتب dan masih banyak akar kata yang mendalam dari bahasa Arab.
Dilihat dari masyarakat, tanah Arab dihuni oleh dua bangsa yang dominan yakni bangsa Arab yang tinggal di tengah keramaian Mekkah dan arab Badui yang tinggal di daerah padang pasir[4]. Keadaan lingkungan seperti geografi dan masyarakat Arab juga berperan terhadap pergerakan bahasa Arab. Ada faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan bahasa Arab pada masa Jahiliyah di tanah Arab. Pertama adalah faktor agama. Mekkah yang sebagian besarnya didiami suku Kuraisy merupakan tempat yang diagungkan oleh suku-suku Arab untuk melaksanakan ibadah seperti menyembah berhala Latta, Uzza dan masih banyak berhala kecil lain yang terletak disekitar Ka’bah. Interaksi yang terjadi pada keramaian kota Mekkah inilah membuat dialek Kuraisy mempengaruhi dialek mereka. Kedua ialah faktor ekonomi. Orang-orang dari suku Kuraisy pada masa ini  pintar dalam berdagang dan mereka juga menguasia sumber-sumber ekonomi arab yang tidak hanya di Mekkah dan sekitarnya tatapi juga di Syam bagian utara dan Yaman bagian selatan. Seperti Bani Hasyim lebih sering pergi ke negeri Syam, Bani Abdul Hasyim ke negeri Habsyi, Bani Muthalib ke negeri Yaman. Beda halnya dengan Arab Badui yang hidupnya didapatkan dari merampas barang bawaan para kabilah yang melewati padang pasir. Faktor ketiga ialah politik. Otoritas yang tinggi diatara suku-suku yang lain baik karena keberaniannya dan kemenangannya dalam peperangan membuat suku Kuraisy menempati kedudukan tinggi diantara suku lain. Pada masa jahiliyah terdapat sebuah aturan ketat bahwa suku yang kalah harus tunduk pada suku yang menang begitu pula dalam hal berbahasa sangat diwajibkan. Para pemimpin suku yang terkenal antara lain; Abu Lahab, Abu Jahal, Aswad bin Abdul Muthalib dan masih banyak pemimpin lainnya. Keempat yakni faktor sosial. Mereka terkenal dengan sistem perbudakan sehingga, suku yang menjadi budak suku Quraisy memakai bahasa tuannya dalam kesehariannya. Mereka memiliki tradisi Muzakkaroh yakni bertukar pikiran melalui dialog dalam pertemuan khusus atar suku. Faktor terakhir yakni geografis yang dikelilingi padang pasir telah membentuk bangsa arab dan bahasanya lebih berkarakteristik sehingga mengurangi pengaruh unsur-unsur asing.
Hal-hal inilah yang menyebabkan bahasa Arab berkembang sehingga digunakan hampir ditiap daerah dengan berbagai variasi dialek. Adapun pembentukan bahasa Arab Amiyah disebabkan kerena adanya pengaruh substart (bahasa yang digunakan sebelum bahasa Arab datang). Seperti huruf “ق” di daerah Libanon dibaca “ا”, atau “ج” dibaca “G” pada dialek Mesir. Bahas Arab yang mengalami perubahan dialek ini sering digunakan dalam bahasa keseharian. Adapaun bahasa Arab Fusha (Fasih) adalah bahasa Quran dan Hadist, bahasa ini digunakan sebagai bahasa tulisan dan bahasa satra dalam buku, surat kabar, puisi (syair) dan prosa, dalam ceramah-ceramah ilmiah, pengajaran dan khutbah[5]. Bahasa Fusha telah ada sejak masa Jahiliyah hal ini dibuktikan dengan ditemukannya Syair dan Prosa berbahasa Fusha.
2.      Perkembangan Bahasa Arab Pada Masa Permulaan Islam dan Khulafa Rasyidin
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa bangsa arab pada masa jahiliyyah merupakan bangsa yang mempunyai banyak suku, walaupun keberadaan bahasa Arab tidak mengurangi pertikaian antar suku. Sampai akhirnya Rasulullah menjadi penyatu diantara mereka dengan syariat Islam. Bahasa Arab mulai berkembang dan meluas penyebaranya dengan beberapa cara, antara lain yang pertama, tersebarnya bahasa Kuraisy kemudian bersatunya bahasa-bahasa arab (bahasa orang arab) dan persamaaanya kedalam bahasa Kuraisy dan perpaduan semua lahjah. Semua itu disebabkan Alquran turun dalam bahasa mereka dan Nabi Muhammad juga dari keturan mereka. Yang kedua tersebarnya bahasa Arab pada kerajaan-kerajaan Persi, Romawi, dll dengan penahlukan, penyerangan, dan perpindahan kabilah Badui Arab ke negara-negara tersebut, kemudian mereka belajar bahasa Arab dan Islam kepada suku Badui. Yang ketiga adanya pergaulan antara pemuda arab dengan pemuda asing. Yang keempat kepentingan penyebaran agama Islam yang mempergunakan bahasa Arab sebagai bahasa Alquran.
Islam datang dengan diutusnya Nabi Muhammad. Saat itulah al-Qur'an diturunkan, tentu saja menggunakan bahasa Arab yang paling sempurna/baku (فصحي) dengan keindahan retorika dan kedalaman makna yang tak tertandingi. Allah tidak menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Alquran melainkan karena ia adalah bahasa terbaik yang pernah ada. Allah berfirman  “Sesungguhnya Kami telah jadikan Alquran dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkannya.” (Yusuf: 2). Allah  juga berfirman, “Dan sesungguhnya Alquran ini benar-benar diturunkan oleh Pencipta Semesta Alam, dia dibawa turun oleh Arruh Alamin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas" (Asy Syu’ara: 192-195). Keindahan bahasa Alquran juga diakui oleh Janet Holmes, orientalis pemerhati bahasa. Dia mengatakan bahwa Alquran dilihat dari segi sosiolinguistik atau teori diglosia dan poliglosia mengandung high variety (varitas kebahasaan yang tinggi).
Ada beberapa perubahan terhadap bahasa Arab ketika Alquran masuk, diantaranya terhadap lafadz-lafadznya, yaitu lebih luas penggunaan kata-katanya dengan jalan memengeluarkan satu makna ke makna lain yang sesuai, hilangnya kata-kata yang tidak baik dan yang merusak, masuknya kata-kata asing dalam bahasa arab, pemakaian uslubnya semakin indah. Selain itu juga,   terjadi perubahan dari segi makna dan tujuanya. Diturunkannya Alquran dengan bahasa Arab menandai terjadinya revolusi fungsi pembelajaran bahasa Arab. Paska diturunkannya Alquran, dorongan untuk mempelajari bahasa Arab lebih tinggi dikarenakan faktor agama daripada faktor-faktor lainnya (ekonomi, politik dan sastra). Bahkan bisa dikatakan bahwa perkembangan bahasa Arab berbanding lurus dengan penyebaran agama Islam.
Adapun penulisan huruf Arab telah dimulai jauh lebih dulu dari pada turunnya Alquran. Namun saat itu huruf Arab belum mengenal titik dan harakat, sehingga paska meninggalnya Rasulullah  dan beberapa sahabat, mulai muncul kesalahan dalam membaca beberapa kata dalam Alquran. Seperti kata yang bisa dibacaفتبينوا  /fatabayyanû/ atau فتنبثوا /fatanabbatsû. Untuk menghilangakan kesalahan tersebut maka dibuatlah titik dan harakat. Orang pertama yang menuliskan titik dan harakat pada bahasa Arab adalah Abu Aswad Adduali. Selain memprakarsai penulisan titik dan harakat, Abu Aswad Adduali juga menjadi pioner dalam penyusunan ilmu Nahwu. Tetapi, teori ilmu Nahwu baru dikembangkan secara komprehensif oleh Khalil bin Ahmad Alfarahidi. Khalil bin Ahmad Alfarahidi (100-175 H) dikenal sangat menguasai logika Aristoteles, dengan demikian, teori-teorinya sangat dipengaruhi oleh filsafat. Ia berusaha menguraikan fenomena-fenomena kebahasaan dengan perspektif filsafat, salah satunya adalah pemikiran kausalitas (sababiyyah). Dalam pandangan ini, segala sesuatu yang “ada” di muka bumi ini mengharuskan “pengada”. Begitu pula dengan fenomena perubahan akhir kata atau i’râb mengharuskan ada sesuatu “yang menyebabkan” hal itu terjadi. Maka Khalil menamakan penyebab itu dengan ‘âmil (yang berbuat) (Alamah, 1993:37-38). Upaya yang dilakukan Alfarahidi diteruskan oleh muridnya yang bernama Sibawaih. Dia telah berhasil menyerap semua pemikiran Khalil dan mengembangkannya secara lebih luas dan mendalam dan menuangkannya dalam sebuat buku yang diberi judul al-Kitab (الكتاب) yang sangat dikagumi oleh masyarakat pemerhati nahwu pada masa itu, sehingga mereka menyebut buku Alkitab sebagai: “Qurannya Nahwu”. Buku ini benar-benar mencakup semua persoalan nahwu secara menyeluruh, sehingga tidak ada satu masalah pun dalam nahwu yang tidak dibahas.

3.      Perkembangan Bahasa Arab Pada Masa Bani Umayyah (661-750)
Di bawah kekuasaan Ali, khalifah keempat pusat kekuasaan telah berpindah dengan cepat dari Semenanjung Arabia ke propinsi-propinsi. Ekspansi yang dilakukan oleh Bani Umayyah telah membuat Islam menjadi negara yang besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa di bawah naungan Islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban Islam yang baru. Meskipun  demikian, Bani Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian pada kebudayaan Arab.
Pada zaman ini usaha untuk menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa negara sungguh sangat jelas. Hal ini dibuktikan dengan istana Umayyah menganggap bahasa Arab merupakan bahasa yang baik dalam berkomunikasi sebagai suatu tanda kebangsawanan. Oleh karena itu, mereka mengharuskan pemakaian bahasa Arab yang baik dan benar dalam istana dan tempat-tempat penting lainnya. Menurut sebuah informasi sejarah, Khalifah Abdul Almalik tidak dapat menyetujui pencalonan anak kesayangannya Alwalid untuk menggantikannya sebagai khalifah, karena ia tidak mampu berbahasa Arab dengan baik, termasuk pemahan kaidah-kaidah tata bahasa Arab.
Tidak hanya individu-individu yang mendambakan mampu berbahasa Arab dengan baik dan benar, bahkan kota-kota dan kawasan tertentu merasa perlu menyatakan bahwa daerahnya merupakan pemakai bahasa Arab yang baik dan benar. Sebagai contohnya adalah seperti di kawasan Basrah, Kufah, Mekkah, dan Madinah telah menyatakan daerahnya sebagai kawasan yang memiliki bahasa Arab yang baik dan benar.
Walaupun tidak ada data-data yang meyakinkan tentang perkembangan bahasa Arab pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah, namun orang-orang masih dapat menilai dari laporan-laporan pengarang-pengarang yang hidup di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiah yaitu suatu Dinasti setelah Bani Umayyah yang menyatakan bahwa landasan kebahasaan telah dirintis oleh Dinasti Umayyah. Hal ini dibuktikan dengan informasi beberapa pakar bahasa yang berkembang pada masa itu. Proses arabisasi telah dimulai dengan gencar pada tingkat pemerintahan, berkat langkah-langkah yang diambil oleh Khalifah Abdul Malik. Orang-orang dari Dinasti Umayyah masih tetap memegang tradisi sastra padang pasir, dimana para penyair masih menduduki tempat yang terhormat seperti pada masa sebelum Islam dan awal kebangkitan Islam. Para penyair Umayyah tidak hanya berlomba-lomba menulis qasidah yang berbentuk puisi atau tema-tema seperti masa sebelum Islam, tetapi mereka juga merupakan tokoh-tokoh masyarakat baik sebagai penyokong kerajaan ataupun sebagai penentang kerajaan. 
Orang-orang Bani Umayyah dalam waktu kurang dari satu abad telah berhasil menyebarluaskan bahasa Arab dan membuatnya sebagai media untuk penulisan sastra. Pada peralihan abad ketujuh, Khalifah Abdul Malik dan Alhajjah melakukan serangkaian tindakan untuk memantapkan dominasi bahasa Arab terhadap bahasa-bahasa lainnya di seluruh kekuasaan Islam. Gerakan ini tampak berhasil dan memberikan efek yang sangat baik terhadap penyebaran bahasa Arab. Proses arabisasi telah dilaksanakan sebagai kebijakan kerajaan dengan menyatakan bahwa bahasa Arab sebagai bahasa resmi di Kerajaan Dinasti Umayyah. Dengan demikian, bahasa-bahasa yang lain seperti bahasa Yunani di gantikan dengan bahasa Arab di kawasan Syria dan Mesir. Demikian pula bahasa Parsi digantikan oleh bahasa Arab di kawasan-kawasan Timur Imperium Islam. Khalifah Abdul Almalik juga mengganti mata uang emas yang dahulunya memakai bahasa Persia dan Bizantium dengan mata uang baru yang berisi tulisan-tulisan Arab. Tetapi bahasa-bahasa yang lain juga tidak sepenuhnya hilang. Dalam pada itu, orang non-arab telah banyak memeluk Islam dan mulai pandai menggunakan bahasa Arab. Perhatian penuh dalam penggunaan bahasa Arab dalam negeri mulai diberikan untuk menyempurnakan pengetahuan mereka dalam bahasa Arab sehingga lahirlah  ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya, al-kitab yang menjadi pegangan dalam soal tata bahasa Arab.
Kemudian dengan bantuan Alhajjah yang mengumumkan secara resmi beberapa pembaharuan bahasa Arab untuk lebih memudahkannya. Dari beberapa pembaharuan ini mencakup penambahan titik pada huruf-huruf Arab agar dapat dibedakan huruf-huruf yang sama dalam bentuknya  disamping menyediakan tanda vokal seperti: tanda vokal ( u ) dengan tanda (dhammah), tanda vokal ( i ) dengan tanda (kasrah), dan tanda vokal ( a ) dengan tanda (fathah) untuk memastikan bacaan huruf Arabnya tepat dan benar. 
Beberapa contoh seperti huruf ba’ ( ب )  ini apabila kita beri harakat fathah maka bentuk hurufnya menjadi (بَ   ) maka bunyinya menjadi Ba, dan apabila hurufnya dikasih harakat dhammah ( بُ ( maka bunyi hurufnya akan berubah menjadi Bu, kemudian apabila hurufnya dikasih harakat kasrah ( ( بِ maka bunyi hurufnya akan berubah menjadi Bi.
Huruf Ta’ ت ) ( ini apabila kita beri harakat fathah maka bentuk hurufnya menjadi تَ ) ( maka bunyinya menjadi Ta, dan apabila hurufnya di kasih harakat dhammah menjadi  ( تُ ) dan bunyi hurufnya akan menjadi Tu,  kemudian apabila hurufnya dikasih harakat kasrah (تِ )  maka bunyi hurufnya akan berubah menjadi Ti.
Dari dua contoh diatas kita bisa menyimpulkan bahwa bentuk dua huruf diatas adalah sama, kemudian bisa dibedakan antara satu dengan yang lainnya dengan menambahkan tanda titik pada dua huruf arab tersebut. Kemudian dengan menambahkan harakat pada dua huruf arab tersebut kita bisa mengetahui bacaaan dan bunyi huruf Arab itu  dengan tepat dan benar.
Di samping itu juga perhatian pada syair jahiliyah juga muncul kembali sehingga  bidang satra Arab mengalami kemajuan.  Para penyair seperti  Umar bin Abu Rabi’ah (w. 719) Jamil Aluzri (w. 701) Qays bin Mulawwah( w.699) yang di kenal dengan Laila Majnun, Aifarazdaq( w.732) Jarir ( w.792), dan Alakhtal( w.710). 
Reformasi yang dilakukan oleh Abdul Almalik telah meletakkan proses arabisasi pada landasan yang kokoh sehingga menyebabkan bahasa Arab menjadi dominan di kawasan luas. Secara lambat tapi pasti bahasa Arab sebagai bahasa resmi pemerintahan dan bahasa budaya menggantikan bahasa Yunani dan Aramaik di Syiria dan Palestina, bahasa Koptik di Mesir, bahasa Persia dan bahasa-bahasa lainnya di kawasan propinsi bagian Timur.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               


BAB III
DAFTAR PUTAKA

Batawy, Jainudin. Sejarah Bahasa Arab, http://jainudin-betawi.blogspot.com/2010/11/sejarah-bahasa-arab.html, akses, 28 Maret 2012.
Jaelani, Bisri M. 2007. Ensiklopedi Islam. Yogyakarta: Panji Pustaka.
Admin. Sejarah Perkembangan Bahasa Arab, http://arab.upi.edu/news/281, akses 28 Meret 2012.
Hasan, Hasan Ibrahim. 2006. Sejarah Kebudaya Islam. Jakarta: Radar Jaya Offset.
Anshari, A. Hafizh. 1997. Ensiklopedi Islam Jilid 1. Jakarta: PT. Ikhtiyar Baru Van Hoeve.
Alibkindi, Ismad dkk. al-Wasyith fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhihi 


[1] Jainudin Al Batawy, Sejarah Bahasa Arab http://jainudin-betawi.blogspot.com/2010/11/sejarah-bahasa-arab.html, akses, 28 Maret 2012
[2] Bisri M. Jaelani (2007) Ensiklopedi Islam. Yogyakarta: Panji Pustaka, hlm. 163
[3] Admin, “Sejarah Perkembangan Bahasa Arab”,http://arab.upi.edu/news/281, akses 28 Meret 2012.

[4] DR. Hasan Ibrahim Hasan (2006) Sejarah Kebudaya Islam. Jakarta: Radar Jaya Offset, hlm. 113.
[5] Drs. H.A Hafizh Anshari AZ. MA. (1997) Ensiklopedi Islam jilid 1. Jakarta: PT. Ikhtiyar Baru Van Hoeve, hlm. 150


Disusun Oleh: Nure Khun Rikhte H.
Bahasa dan Sastra Arab 
Adab dan Ilmu Budaya  
UIN Sunan Kalijaga

1 komentar:

Imron Gozali mengatakan...

terima kasih mbak.... semoga manfaat dunia dan akhirat

HOAKS SEBAGAI TANDA PENYAKIT JIWA DAN AKAL

HOAKS SEBAGAI TANDA PENYAKIT JIWA DAN AKAL Era teknologi menawarkan efesiensi kerja yang tidak terikat waktu, jarak dan tempat. Sifat...