Senin, 19 Desember 2011

ANALISIS MEDIA CETAK


Disusun oleh nure khun
Poin-Poin Penting Dalam Membandingkan Dua Media Cetak Yang Berbeda
1.      Analisis Ejaan Pada Dua Media Cetak
a.       Surat Kabar Mingguan (DAQU) Deresan al-Qur’an Edisi Maret 2011
Pada surat kabar mingguan DAQU tidak menggunakan Ejaan Yang telah Disempurnakan (EYD) seperti kalimat yang diambil dari bahasa asing yang seharusnya dicetak miring atau digarisbawahi seperti dalam kalimat yang tertulis “...diberi nama Fastabiqul Khoirot” yang seharusnya ditulis miring yakni “Fastabiqul Khoirot”. Begitu pula dengan kalimat “...menjadi Rahmatan Lil Alamin lewat program...” yang sebenarnya ditulis “Rahmatan Lil Alamin” atau “...dirancang Fun” yang ditulis “Fun”.
Walaupun demikian terdapat beberapa kalimat yang menggunakan kaidah yang tepat seperti dalam kutipan berikut “Mereka berkunjung ke RS Dr, Sardjito untuk...”. penyebutan nama ditulis dengan huruf besar atau dalam penulisan nama Tuhan “...di situlah kami sadar bahwa sehat yang Allah berikan... ”
b.      Koran Harian Media Indonesia Edisi Selasa, 6 Juli 2011
Di dalam koran Media Indonesia diseting lebih formal sehingga penulisan sangat diperhatikan, sangat jarang ditemukan kesalahan dalam menulis. Contoh dalam kalimat “Pertemua Dewan Hak Asasi Manusia PBB...”, penulisan nama sebauh lembaga pemerintahan dan ketatanegaran ditulis dengan huruf kapital di tiap katanya begitu pula dengan nama negara “Prancis dan Austria”.
2.      Serapan dan Pinjaman
a.       Surat Kabar Mingguan (DAQU) Deresan al-Qur’an Edisi Maret 2011
Bahasa Indonesia pada umumnya bersal dari bahasa asing yang telah mengalami proses peng-EYD-an yang sering dikenal dengan kata serapan. Dalam surat kabar ini banyak memuat kata serapan, seperti pada kalimat “...yang diberi nama..”. “Nama” merupakan serapan dari bahasa sanskerta begitu pula dengan kalimat “Jamaahnya beragam..”. kata “jamaah” merupakan resapan dari bahasa arab yaitu jama’ah. Dalam kalimat panjang ini memiliki banyak kata serapan yang akan ditebalkan, adapun kalimatnya sebagai berikut “...sedekah materi, namun sedekah tenaga, waktu dan pikiran...karena inilah inti dari dakwah...”, semua ini merupakan serapan dari Bahasa Arab.
Selain serapan yang ditemukan dalam surat kabar ini, terdapat kata-kata yang dipinjam dari bahasa asing seperti dalam kalimta berikut, “...menjadi Rahmatan Lil Alamin lewat...” yang merupakan pinjaman dari bahasa Arab dengan maksud tidak merubah makna terdalamnya. Atau pinjaman dari bahasa Inggris yaitu “...yang dirancang Fun!”.
b.      Koran Harian Media Indonesia edisi Selasa, 6 Juli 2011
Tulisan karangan Moch Anwar S. ini  didapati kata serapan dari bahasa asing, yaitu pada kalimat “... Dewan Hak Asasi Manusia PBB..”. kata “hak” dan “asasi” berasal dari bahasa Arab yaitu al-Haq dan al-Asas. Begitu pula dengan kata cadar yang berada dalam kalimat “...palarangan cadar yang diberlakukan...” merupakan resapan dari bahasa Persia yakni cador. Paragraf pertama pada subbab kedua tertulis “...voting tersebut cukup kontraversial karena menggambarkan bendera Swiss..”. kata “karena” merupakan resapan dari bahasa Sanskerta, adapun kata “bendera” resapan dari bahasa Portugal. Kata “partai” dalam kalimat “....suara cukup besar terhadap partai anti-Islam...” diserap dari bahasa Belanda.
Berita ini juga meminjam kata dari bahasa asing seperti dalam kutipan “...penutup wajah yang penuh atau burkak dan niqab...” yang berasal dari bahasa Arab.
3.      Ragam Bahasa
a.       Surat Kabar Mingguan (DAQU) Deresan al-Qur’an Edisi Maret 2011
DAQU adalah surat kabar yang dikeluarkan oleh lembaga sosial di daerah Deresan Yogyakarta dan berkecimpung dibidang pendidikan, dakwah dan sosial. Oleh karena itu surat kabar ini ditemukan kata-kata dengan dialek Jawa, Yogyakarta. Kalimat “... dirasain bener juga...” atau pada kalimat “jadi kalo mo...” merupakan sekilas sempel dialek yang digunakan oleh orang jawa. Dilihat dari segi penuturnya tergolong para cendikiawan karena ditemukan bahasa ilmiah dan asing seperti kalimat “...justru lebih diprioritaskan karena inilah...” yakni kata “prioritas” atau dalam kalimat “...dengan megikuti pola hidup...” yakni kata “pola”. Nuansa bahasanya yang santai dan mudah dicerna mencerminkan bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan namun berbentuk tulisan, seperti dalam kalimat “Hmm... awalnya sih bingung, tp ketika dirasain bener juga .. ”. Ragam tulisannya menggunakan gaya menulis cerita sebagaimana yang tertulis “... Rasul pernah berkata bahwa amalan...”. semua bahasa yang termaktub dalam surat kabar ini memiliki tulisan dengan gaya tidak resmi atau santai karena diperuntukkan bagi ibu rumah tangga yang sedang weekend­ bersama keluarga.
b.      Surat Kabar Media Indonesia Edisi Selasa, 6 Juli 2011
Media Indonesia merupakan surat kabar formal diperuntukkan bagi semua orang diseluruh Indonesia sehingga penggunaan dialek dihilangkan karena dikhawatirkan akan menyulitkan pemahaman orang diluar dialek tersebut oleh karena itu tidak ditemukan didalamnya sedikitpun dari dialek. Adapun penuturnya bergaya cendikiawan, didalamnya terdapat banyak bahasa yang membutuhkn pemahaman mendalam akan hal tersebut contohnya: “....soal islamofobia yang melanda negara Barat...”, “...warga muslim di Barat sudah menjurus pada ke rasialisme dan diskriminasi.”, “agar dewan PBB membuat resolusi yang....”,  “Poster kontraversial serupa...”, “...diprotes kelompok sayap kanan.” Semua kata “islamofobia”, “rasialisme”, “diskriminasi”, “kontraversial” juga “resolusi” Dan masih banyak lagi bahasa ilmiah dan istilah dalam tulisan ini. Sarana yang digunakan termaksud ragam lisan namun diungkapkan melalui tulisan, tergambar dari kalimat “Sementara itu, komite parlementer...” dan juga pada kutipan “Pada akhirnya, meskipun...”. penulisan dan penggunaan bahasanya disesuaikan dengan ragam pembahasan pada surat kabar nasional bukan lokal, politik bukan kesastraan seperti dalam cuplikan “Pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB, pertengahan juli lalu, berjalan lain dari biasanya.” Penggunaan bahasanya disesuaikan dengan suasananya, berhubung tulisan ini adalah berita maka nuansanya semi resmi dalam artian tidak terlalu resmi, tidak sebagaimana ketika berpidato didepan para DPR atau upacara yang bersifat sangat resmi, maka dalam tulisan berita ini ditemukan kalimat yang menunjukkannya suasana sedikit tidak resmi. Seperti dalam kitupan “Karena itulah sempat dimintakan agar dewan PBB itu ...”, penggunaan susunan kata “sempat dimintakan” terlalu kacau dalam sebuah suasana formal.
4.      Diksi
a.       Surat  Kabar Mingguan (DAQU) Deresan al-Qur’an Edisi Maret 2011
Pada tulisan yang berjudul “Amaliah di Taman-Taman Surga” sudah terlihat akan nuansa religiusnya kerena penggunaan kata “amaliah” lebih bermakna dalam dibanding arti dalam bahasa Indonesianya yakni tindakan atau prilaku. Pemilihan kata pada kalimat “...membantu sodara2 kita yang kurang beruntung.” Merupakan pemilihan kata yang tepat karena dapat pemakaian “kurang mampu” memperhalus makna kasarnya yaitu miskin, selain itu kata tersebut dimaksudkan guna mencankup semua kalangan tidak hanya orang miskin tapi orang yang masuk kategori kurang mampu. Pemakaian kata “beliau” pada kalimat “beliau berpesan untuk lebih mensyukuri...” dan “kami” pada kutipan “....agar liputan beliau dapat kami muat dirubik...” sangat tepat untuk mengormati orang tersebut dan “kami” sebagai bentuk kerendahhatian. Penggunaan kalimat “Alhamdulillah” dan “Innalillah” merupakan ungkapan suasana hati terhadap apa yang ia dengar begitu pula dengan kata “yupp”.
b.      Surat  Kabar Media Indonesia Edisi Selasa, 6 Juli 201
Pemilihan kata “islamofobia” dalam kalimat “...resolusi yang mngecam Islamofobia.” lebih ringkas dibanding arti indonesia yang lebih panjang yakni ketakuatan yang besar terhadap Islam. Pada kalimat “...muncul kritik dari sejumlah negara...” Kata “kritik” terkandung makna kritis sedangkan persamaannya ialah “kecaman” tidak mengandung unsur membangun tetapi benuansa buruk. Kata “diprediksi” lebih ilmiah dibanding dengan kata ditebak atau diperkirakan yang lebih populer, seperti dalam kutipan “...belakangan ini yang jumlahnya diprediksi mencapai 15 juta sampai 18 juta... ”. kata “Kampenye” pada kalimat “poster kampanye voting tersebut...” lebih tepat digunakan dalam istilah politik. Kekuatan rasa pada kata “beresiko” lebih mendalam dari pada kata “berakibat” sebagaimana dalam kalimat “... cadar secara penuh kini beresiko didenda...”.

Sejarah UIN Sunan Kalijaga

Disusun Oleh Nure Khun/10110030
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) merupakan penggabungan dua lembaga Pendidikan Agama Islam dibawah naungan Menteri Agama. Lembaga pendidikan Islam pertama yakni Sekolah Tinggi Islam (STI) yang berubah menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Salah satu fakultas di UII dinegerikan oleh Menteri Agama menjadi  Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dengan syarat masih diperbolehkan adanya campur tangan pihak Universitas. Lembaga kedua yaitu Akademik Dinas Ilmu Agama (ADIA) yang dinaungi langsung oleh Menteri Agama beberapa lama setelah terbentuknya PTAIN. Tujuan dari penggabungan PTAIN dan AIDA adalah mengembangkan keilmuan agama dalam satu lembaga “Institut”. Hal ini mengingat adanya kerja sama antara Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PP&K) dengan Menteri Agama diputuskan bahwa Perguruan Tinggi Agama Islam tidak boleh diberi nama “Universitas”. Maka, pada tanggal 24 Austus 1960 di Gedung Kepatihan Yogyakarta diresmikanlah IAIN dengan dihadiri para pemimpin Universitas, guru besar dan para mahasisiwa PTAIN dan AIDA.
Dalam Peraturan Presiden yang baru No. 27 tahhun 1963 Menteri Agama memutuskan untuk memisahkan IAIN menjadi dua institut yaitu yang berada di Yogyakarta dan Jakarta. Institut yang berada di Yogyakarta dikenal dengan nama IAIN Sunan Kalijaga sebagai cikal bakal institut pertama di Indonesia yang akan menumbuhkan banyak IAIN di seluruh Nusantara. Suanan Kalijaga adalah salah satu  nama tokoh dari Wali Songo yang menyebarkan Islam ke Indonesia khususnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
IAIN mengalami beberapa fase pajang dalam reformasinya. Dimulai fase pertama yaitu fase Pembangunan Landasan Kelembagaan. Hal ini ditandai dengan peresmian IAIN yang dikonsentrasikan pada pengembangan infrastruktur/bangunan. Fase kedua ialah fase Pembangunan Landasan Akademik dengan menfokuskan pada penataan sistem pendidikan dan fase yang ketiga adalah fase Pemantapan Orientasi Akademik dan Manajemen dengan meningkatkan mutu akademik beserta alumninya.
Proses panjang IAIN Sunan Kalijaga berujung pada cita-cita mulia dan luhur yaitu mewujudkan sebuah Universitas Islam Negeri (UIN). Pembangunan Institut ini menjadi Universitas merupakan amanat dari senat IAIN sunan kalijaga. Tepatnya tanggal 7 Januari 2002 diselenggarakan rapat Senat IAIN Sunan Kalijaga yang menghasilkan sebuah keputusan bahwa IAIN Sunan Kalijaga akan menjadi UIN Sunan Kalijaga dengan tetap mempertahankan Fakultas Syariah, Dakwah, Ushuluddin dan Tarbiyah. Berbagai dialog dan diskusi telah dilakukan untuk mendapatkan masukan dan ide cemerlang.
Pada tanggal 3-4 Juli 2002, IDB (Islamic Divelopment Bank) berkunjung ke IAIN Sunan Kalijaga dengan tujuan membantu menegmbangkan IAIN Sunan Kalijaga. Hasil dari kerjasama Pemerintah dengan Durektur IDB yakni mengajukan Naskah Akademik Proposal Konversi IAIN Sunan kalijaga menjadi UIN Sunan Kalijaga kepada Menteri Agama RI yang kemudian akan diserahkan kepada Menteri Pendidikan Nasional RI. Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden RI tentang perubahan IAIN menjadi UIN maka, secara otomatis harus merubah sistem kerja dan banyak hal lainnya. Didalam reformasi itu terdapat beberapa fakultas baru seperti Fakultas Sains dan Teknilogi, begitu juga dengan Fakultas Ilmu sosial dan Humaniora. Perubahan juga dialami pada fakultas lama seperti Fakultas Adab menjadi Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, Fakultas Syariah menjadi Fakultas Syariah dan Hukum, Fakultas Tarbiyah menjadi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan begitu pula dengan Fakultas Ushuluddin menjadi Fakultas Ushuluddin, Studi Agama, dan Pemikiran Islam. Setelah seluruh proses transformasi kelembagaannya maka, pada tanggal 14 Oktober 2004 diperingati sebagai hari Deklarasi UIN Sunan kalijaga. Walaupun telah berubah menjadi Universitas, kampus ini tidak meninggalkan tugas pokoknya sebagai Lembaga Pendidikan Agama Islam selain keilmuan umum sebagai studi tambahan. Tranformasi ini diharapkan bisa mengembangkan UIN menjadi lebih mebantu meningkatkan mutu baik dalam bidang kemahasiswaan, akademik, SDM, sumberdaya finensial, sarana dan prasarana, sistem manajmen, teknologi informasi, dan sebagainya.

Rabu, 07 Desember 2011

kewarganegaraan. sastra dan nagara

Sastra dan Negara
Nasib Sebuah Negara yang Indah



Nure Khun Rikhte/10110030/D


Pendahuluan
Puisi adalah rentetan kalimat indah. Siratan makna dari luapan emosi sang penyair. Dibutuhkan kekreatifan dan penjiwaan dalam pembuatan puisi bagi seorang penciptanya, begitu pula dalam pembuatan cerita dan hikayat. Pemilihan kata yang tepat pada penyusunan bait-bait mitiara dan pesan-pesan yang ingin diungkapkan kepada si pembaca.
Sayangnya para pemerintah kurang merespon bahkan tidak merespon kritikan halus ini sehingga para kritikus muda memilih cara instan seperti berdemo dan kekerasan, sedangkan kekerasan merupakan cara yang dapat merugikan banyak pihak baik dari yang bersangkutan ataupun yang tidak bersangkutan.
Pada umunya karya sastra seperti puisi, cerita dan novel berisi penggambarkan situasi dan keadaan sesuatu, termaksud didalamnya sebuah kritikan terhadap ketidakadilan para penguasa, pujian pada sang kekasih, interaksi antara tuhan dengan manusia dan sesuatu yang berkesan. Kata yang disusun biasanya menggunakan perumpamaan agar terkesan indah dan mendalam.
Keberadaan para penguasa lalim tidaklah 100% buruk, dan dia bisa dikatakan buruk karena terdapat kebaikannya. Berterimakasihlah pada-Nya, karena dengan keberadaan mereka akan memunculkan kesadaran sosial dan kepedulian sesama untuk membantu yang lain. Banyaknya kemunculan tokoh penguasa yang buruk bukan berarti pertanda buruk tetapi sebagai pertanda baik karena telah terungkap keburukan yang tersembunyi selama bertahun-tahun mengarang dalam tanah air Indonesia.
Setiap jaman akan dikumandangkan suara rakyat, suara kesadaran, suara Tuhan dan suara kebaikan. Salah satu contoh suara penegur penguasa licik adalah puisi ciptaan Rendra yang menggambarkan kedaan negara Indonesia, dikhususkan pada hubungan antara rakyat dengan penguasa. Adapun isi dan penjelasannya akan dibahas dalam buku ini beserta analisisnya  
Dua Orang Lapar
karya Rendra
Kelaparan adalah burung gagak
Yang licik dan hitam
Jutaan burung gagak
Bagai awan yang hitam
O Allah!
Burung gagak menakutkan
Dan kelaparan adalah burung gagak
Selalu menakutkan
Kelaparan adalah pemberontakan
Adalah penggerak gaib
Dari pisau-pisau pembunuh
Yang diayunkan oleh tangan-tangan orang miskin
Kelaparan adalah batu-batu karang
Diwajah laut yang tidur
Adalah air mata penipuan
Adalah pengkhianatan kehormatan
Seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu
Melihat bagaimana tangannya sendiri
Meletakkan kehormatannya di tanah
Karena kelaparan
Kelaparan adalah iblis
Kelaparan adalah iblis yang menawarkan kediktatoran
O Allah!
Kami berlutut
Mata kami adalah mata-Mu
Ini juga mulut-Mu
Ini juga hati-Mu
Ini juga perut-Mu
Perut-Mu lapar, Ya Allah
Perut-Mu menggenggam tawas
Dan pecahan-pecahan gelas kaca

O Allah!
Kelaparan adalah burung gagak
Jutaan burung gagak
Bagai awan yang hitam
Menghalang pandanganku
Ke surga-Mu!
[1]


BIOGRAFI PENULIS SASTRA

RENDRA
Nama                    : Willibrodus Surendra Broto Rendra
Tempat Lahir     : Solo
Tanggal Lahir    : 7 November 1935
Nama Ayah        :
R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo
Nama ibu            :
Raden Ayu Catharina Ismadillah
Agama                  : Katolik dan muallaf thn 1970
Istri pertama       : Sunarti Suwandi
Anak                     :
Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Klara S  

                               Daniel Seta dan Samuel Musa
Istri kedua           :
Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat.
Anak                    
: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi dan Rachel  
                                 
Saraswati
Istri ketiga            : Ken Zuraida
Anak                    
: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba
Wafat                    : 6 Agustus 2009
Tempat Wafat    : Jakarta
Umur                    : 73 tahun
Pendidikan         : TK Yayasan Marsudirini
                                  SD Katolik St. Yosef Solo
                                  SMP Katolik St. Yosef Solo
                                  SMA Katolik St. Yosef Solo
                                  Sastra Inggris, UGM Yogyakarta
                                  America Academy of Dramatic Art[2]
Penghargaan      : Hadiah Akademik Jakarta (1975)
                                 The S.E.A. Write. Award (1996)
                                 Penghargaan Akhmad Bakri (2006) dll.




Analisis Sastra dan Negara
Sebelum kita dapat memahami puisi lebih dalam, sebaiknya kita menganal kesastraan yang terkandung dalam puisi sebelumnya  agar kita dapat meresapi isi yang tersimpan didalamnya. Penggunaan majas sangat berperan pada isi dan nilai sebuah puisi, semakin indah pilihan katanya semakin banyak penafsirannya dan semakin luas pemaknaannya sehingga menciptakan efek-efek yang berwarna. Penggunaan cara khasnya dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
Dari segi sastra kata kelaparan diumpamakan sebagai burung gagak. Penggunaan majas personifikasi dalam kata kelaparan yang  menjadikan kelaparan sebagai tingkah laku manusia yang memiliki sifat licik dan hitam; pemberontakan; pengkhianatan kehormatan; seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu dan  iblis yang menawarkan kediktatoran[3].
Selain menggunakan majas personifikasi, penulis mengungkapkan bait-baitnya menggunakan majas aptronim yaitu, Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang seperti pada bait pertama Yang licik. Rendra menggunakan majas hiperbola dengan mengungkapkan sesuatu secara berlebihan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal, contohnya pada bait Perut-Mu menggenggam. Dia juga menggunakan majas sarkasme guna menyindir langsung dan kasar[4] dengan menggunakan kata pemberontak, iblis dan pisau-pisau pembunuh dan masih banyak lagi.
Citraan yang digunakan yakni citraan visual/penglihatan, dalam majas dinamakan majas sintesis yang artinya kata yang digunakan untuk mengungkapkan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya. Adapun bait yang dimaksud adalah pada kalimat Bagai awan yang hitam. Umumnya, puisi banyak menggunakan majas repitisi yaitu perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat seperti kalimat O Allah, dan Kelaparan adalah burung gagak/ Yang licik dan hitam/ Jutaan burung gagak/ Bagai awan yang hitam.
Dalam puisi ini, kita diajak meresapi dan merasakan, sehingga kita dapat merasakan seakan-akan dapat melihat apa yang ditangkap oleh daya imajinasi. Puisi ini sangat menyinggung keadaan negar dan bangsa Indonesia. Kita diajak melihat negara kita, di sana terdapat jutaan Burung Gagak seperti awan hitam karena banyaknya. Makna kelaparan pada burung gagak disandingi dengan penggerak gaib sedangkan batu-batu karang disandingi dengan lautan yang tenang.   
Puisi ini mengandung banyak kalimat ambigu sehingga memunculkan banyak presepsi, seperti pada pada kalimat kelaparan, kelaparan adalah burung gagak/yang licik dan hitam/Jutaan burung gagak dan bagai awan yang hitam.
Dari puisi diatas ada sebuah makna yang tersirat oleh kita tentang kehidupan bernegara yang penuh dengan ketidakadilan yang membuat penulis mengadukannya kepada tuhan agar menyadarkan mereka baik melalui puisi ini ataupun dengan cara-Nya sendiri.
Pada bait pertama, dalam puisi ini menyebutkan keadaan penguasa ataupun pemerintah dalam keadaan kelaparan yang diibaratakan seperti burung Gagak. Penulis menggunakan kata burung Gagak karena didalam kata Burung Gagak memiliki makna yang dalam dan kejam. Burung Gagak adalah burung pemakan bangkai dan pemberi tanda datangnya musibah dan kesialan. Jika seseorang diibaratkan seperti burung gagak, berarti penulis ingin mengungkapkan bahwa penguasa yang lalim membawa keburukan dan kerusakan yang bersifat licik dan berhati hitam.
Para pemimpin yang licik ini banyak menduduki posisi penting ditengah masyrakat, seperti DPR, gubernur, lurah, dan posisi badan terpenting lainnya. Kehidupan penuh dan sesak karena diisi dengan orang-orang “hitam” yang jahat. Keadaan ini diumpamakan seperti jutaan burung gagak yang memenuhi langit sehingga berbentuk gumpalan awan hitam.
Orang-orang yang licik seperti ini sebenarnya harus diberi sanksi berat, sebagaima yang terjadi di Singapura dan China menggunakan hukuman mati bagi yang korupsi, sehingga tidak ada yang berani melakukan korupsi dan tidak merugikan negara dan rakyat lagi. 
Keadaan dan perasaannya ini dikeluhkan kepada tuhannya “Allah” akan ketakutannya. Persaannya terhadap Burung gagak itu. Seperti halnya orang  terdahulu yang merasa takut ketika melihat burung gagak. Rendra mengartikan kelaparan tidak hanya seperti Burung Gagak, tetapi juga seperti pemberontakan.
Makna kelaparan pertama memiliki arti burung gagak yang ditujukan maknanya kepada penguasa yang licik akan tetapi dalam pemahaman kedua memiliki pengertian si pemberontak yang ditujukan kepada rakyat yang muak kepada prilaku pemerintah sehingga mereka memberontak mencari kebebasan dan keadilan.
Pernakah anda mendengar istilah rakyat adalah suara Tuhan? Pada bait selanjutnya kalimat ambigu adalah penggerak gaib merupakan maksud dari pengistilahan makna suara Tuhan, wakil suara Tuhan untuk memperingatkan penguasa agar tidak berlaku lalim. Rendra juga mengibaratkan akan ketajaman suara Tuhan ini seperti pisau-pisau pembunuh yang kapan saja dapat melukai orang-orang lalim termaksud disaat mereka terbuai dengan kekuasaan dan kedudukan dan ketika mereka, penguasa yang bertindak sewenag-wenang terhadap rakyat.
Rakyat yang sangat merasakan penderitaan adalah orang-orang miskin. Mereka inilah yang menjadi bahan bakar dan pemicu pemberontakan suatu negara. Dapat kita lihat seperti di Papua yang dirampas tanahnya ataupun pengungsi lumpur Lapindo bahkan waktu kenaikan BBMpun rakyatlah yang menggetarkan hati para mahasiswa untuk mengajukan protes atas kenaikan harga BBM. Suara rakyat miskin seperti pisau yang tajam yang siap dipakai jika ada yang mengganggu kedamaian hidup orang miskin.
Padahal mereka, rakyat dan semua anggota pada suatu negara memiliki hak yang harus dijaga oleh pemerintah. Seperti dalam UUD 45 pada pasal 28D yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Pada pasal 31 ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
Kelaparan diibaratkan sebagai batu karang yang tajam yang selalu menghancurkan keindahan air laut yang tenang. Penguasa yang yang licik bak batu karang tajam yang selalu membuat keonaran ditengah tenangnya kehidupan rakyat. Akan tetapi tanpa batu karang lautpun tak akan terlihat indah dari atas begitu pula tanpa adanya pemberontakan hidup terasa tak berwarna dan tidak ada kemajuan dan pemerbaikan.
Rendra juga mengibaratkan pemerintah yang licik seperti air mata penipuan, awalnya membuat orang simpatik dengan kampanyenya tetapi akan berbalik menipu rakyat jika telah diangkat pada posisi tertentu. Para orang-orang jahat melakukan pengkhianatan terhadap rakyat dan negara. Dia dihormati rakya karena kedudukannya tetapi dia juga yag menjatuhkan martabatnya sendiri dengan sikapnya yang buruk.
Pada bait yang berbunyi Seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu/Melihat bagaimana tangannya sendiri/Meletakkan kehormatannya di tanah memiliki dua presepsi. Presepsi pertama, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa Penguasa licik seperti seorang pemuda yang gagah karena kehormatannya dan dia menjatuhkan sendiri kehormatannya dengan tangannya sendiri. Presepsi kedua, bait ini merupakan sindiran terhadap penguasa lalim seperti pemuda yang gagah tetapi menangis seperti orang lemah dan ia juga meletakkan kehormatannya ditanah dengan tangannya sendiri yang menunujukkan betapa hinanya pemerintah yang licik itu.
Rendra juga mengibaratkan kelaparan seperti iblis. Mereka, penguasa yang lalim layaknya iblis yang membawa kediktatoran pada rakyat yang lemah. Penulis mengumpamakan penguasa yang jahat seperti iblis karena mengingat bahwa iblis merupakan makhluk paling jahat didunia. Dia menghasut Adam memakan buah Khuldi yang akhirnya merugikan Adam dan Hawa. Begitu juga dengan Iblis yang berwujud manusia, sang penguasa picik ini menawarkan kediktatoran kepada negara guna merugikan rakyat dan menguntungkan penguasa.
Akhir dari pengaduannya adalah Allah. Dengan memberi pengakuan bahwa perutnya adalah perut-Nya, begitu pula dengan mata dan mulutnya. Sehingga secara tidak langsung dia mengharapkan bahwa Tuhan juga merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat. Penulis menggambarkan keadaan perutnya seperti menggenggam tawas yang apa bila mengenai kulit akan mengelupas dan kesat. Didalam tawas mengandung zat yang berbahaya untuk dimakan, apalagi jika mengenai perut dalam. Begitu pula dengan menggenggam pecahan kaca yang jika mengenai kulut akan robek dan berdarah apalagi mengenai perut dalam rasanya akan seperti teriris-iris dan luka. Kemudian dia kembali megungkapakan pada Allah bahwa selain bermakna penguasa yang licik dan rakyat yang tertindas, kelaparan juga bermakna sifat buruk yang dapat menghalangi pandangannya dari Allah menuju surga-Nya.  
Pada penafsiran pertama, penulis menggambarkan kelaparan separti burung Gagak yang ditujukan pada manusianya. Akan tetapi pada penafsiran kedua, kelaparan diartikan sebagai sebuah sifat yang pada bait terakhir dia memohon pada Tuhannya agar dijauhkan dari sifat kelaparan yang akan menghancurkan hidupnya. Penggambaran sifat dan tindakan jahat itu telah digambarkan dahulu oleh penulis pada bait-bait awal hingga tengah. Sifat yang buruknya seperti burung Gagak yang licik dan hitam. Sifat yang selalu menakutkan dan selalu memberontak. Akan tetapi penafsiran terakhir tidak sekuat tafsiran pertama yang lebih spesifik.
KESIMPULAN
Penulis mengungkapkan bahwa dia ingin menjauh dari hal buruk, baik bermaksud sifat ataupun sesosok manusia yang bersifat buruk  sebagiamana yang ia gambarkan tentang kelaparan. Kelaparan seperti Burung Gagak, Iblis, Pemuda yang lemah, pemberontakan dan batu karang yang kemunculannya dipermukaan air menimbulkan struktur yang tidak tenang dalam kehidupannya. Dan  zat yang dapat menolongnya hanyalah tuhan, Allah!
Penulis juga mengadukan keadaan negara ini yang penuh dengan kelaparan, para penguasa licik dan Orang miskin. Yang dijalani dengan prinsip kediktatoran penguasa. Yang menguasai rakyat jelata. Yang harus kelaparan karena sikap mereka yang sewenang-wenang terhadap rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Syayuti, Prof. Dr. Suminto A. “Berkenalan dengan Puisi”, Gama Media: Yogyakarta, 2002

BIOGRAFI PENULIS

Nama                    : Nure Khun Rikhte H
NIM                       : 10110030
Kelas                     : D
Alamat                 : PA. Kelas 1, Jln. Ahmad Dahlan Kec. Sirimau, Ambon
Tempat Lahir     : Jakarta
Tanggal Lahir    : 12 Juli 1992
Pendidikan         : TK Al-Khairat, Ternate
                             
 SD Negeri 64, Ambon
                               SMP Al-Ma’hadul Islam, Pasuruan, Jawa Timur
                               SMA Al-Ma’hadul Islam, Pasuruan, Jawa Timur
                               Sekarang kuliah di UIN SuKa, Yoyakarta
Motto Hidup       : Jalani Hidup Dengan Penuh Keseimbangan
.

 













[2]  W. S. Rendra, http://id.wikipedia.org/wiki/W_S_Rendra. akses 20 mei 2011
[3] Prof. Dr. Suminto A. Sayuti “Berkenalan dengan Puisi”, Gama Media: Yogyakarta, 2002
[4] Semua pengertian majas merujuk pada situs, “Majas”, http://id.wikipedia.org/wiki/majas, akses, 1 juni 2011

HOAKS SEBAGAI TANDA PENYAKIT JIWA DAN AKAL

HOAKS SEBAGAI TANDA PENYAKIT JIWA DAN AKAL Era teknologi menawarkan efesiensi kerja yang tidak terikat waktu, jarak dan tempat. Sifat...