Rabu, 07 Desember 2011

Linguistik Bab Fonologi


PENDAHULUAN

Kalau kita mendengar orang berbicara, baik dalam berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtunan bunyi bahasa yang terus menerus.runtunan bunyi bahasa ini dapat dianalisis atau disegmentasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan kesatuannya yang ditandai dengan hentian-hentian atau jeda yang terdapat dalam runtunan bunyi tersebut.
Pada hakikatnya fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa, seperti sistem bahasa A tidak bisa diucapkan atau tidak ada dalam sisitem bahasa B. Contoh sederhana adalah pengucapan gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya ada dalam sistem fonologis bahasa Indonesia, namun tidak ada dalam sistem fonologis bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini adalah pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.
Ilmu fonetika pertama kali dipelajari sekitar abad ke-5 SM di India Kuna oleh Pāṇini, sang resi yang mempelajari bahasa Sansekerta. Semua aksara yang berdasarkan aksara India sampai sekarang masih menggunakan klasifikasi Panini ini, termasuk beberapa aksara Nusantara. Tulisan Yunani Kuno dinobatkan sebagai dasar pertama penulisan lambang alfabet. Fonetika modern diawali oleh Alexander Melville Bell melalui bukunya Visible Speech (1867) yang memperkenalkan suatu sistem penulisan bunyi-bunyi bahasa secara teliti dan teratur.
Pada bab fonologi, Ilmu fonetiklah yang memiliki sejarah. Semua itu bermula pada akhir abad ke-19 akibat ditemukannya fonograf, yang membantu perekaman bunyi-bunyi bahasa. Berkat alat tersebut, fonetisi dapat mempelajari bunyi-bunyi bahasa dengan lebih baik, mudah, dan akurat dari sebelumnya karena alat tersebut dapat mengulang-ulang tuturan yang direkamnya sampai fonetisi dapat menganalisisnya dengan akurat. Dengan menggunakan fonograf Edison, Ludimar Hermann menyelidiki sifat-sifat spektral dalam bunyi vokoid dan kontoid. Dalam karya ilmiahnyalah istilah forman diperkenalkan. Hermann juga memutar-mutar bunyi-bunyi vokoid menggunakan fonograf Edison dalam berbagai kecepatan dalam rangka menguji teori Willis dan Wheatstone mengenai produksi bunyi vokoid.      

PENGERTIAN FONOLOGI
Fonologi (الفونولوجيا) secara etimologi berasal dari kata fon dan logi yang berarti bunyi dan ilmu. Fonologi merupakan bidang lingustik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa.[1] Fonologi  terbagi menjadi  dua pembahasan yaitu fonetik dan fonemik. Perhatikan bagan Fonologi di bawah ini guna mempermudah pembahasan.
.


BAB I: FONETIK
Fonetik adalah salah satu bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa secara “fisik” tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna[2]. Misalnya ketidaksamaan bunyi huruf (i) pada kata intan, angin dan batik atau bunyi huruf (P) pada kata bahasa inggris space, map dan pace. Subdisiplin ilmu ini hanya membahas perbedaan bunyi pengucapan huruf dalam kata yang berbeda, tetapi tidak membahas makna yang dapat berpengaruh karena berbedanya pengucapan huruf.  Dalam hal ini ada tiga tahap proses terjadinya bunyi dimulai dari pembicara sampai pada pendengar. Adapun tahap pertama adalah artikulatori yakni bagaimana bunyi itu dihasilkan, kedua akustik yaitu bagaimana bunyi itu dapat sampai pada telinga kita dan terakhir yakni auditoris bagaimana bunyi itu direspon oleh kita dengan baik. Berikut penjelasannya yang tidak dibuat berurutan, antara lain:
1.      Fonetik Akustik (تالصوتيا)
Bidang ini meneliti bunyi sebagai peristiwa alam. Sarana bunyi agar sampai pada pendengaran ialah udara yang merupakan unsur alami yang ada disekitar kita tersusun atas banyak partikel dan berjalan secara berirama. Gelombang yang bergetar ini memiliki frekuensi yang berbeda-bedar. Frekuensi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi tidak bisa ditangkap oleh telinga manusia. Bidang ini lebih condong pada ilmu fisika yang terkait dengan ilmu alam.
2.      Fonetik Auditoris (يسمع)
Bidang yang mempelajari bagaimana bunyi itu dapat di terima oleh telinga. Bidang ini dielajari oleh neurologi[3].
3.      Fonetik Artikulatoris/ Artikulasi/ Fonetik Organis (رتعبي)
Bidang ini mempelajari alat-alat organik manakah yang digunakan dalam menghasilkan bunyi dan bagaimana mekanismenya. Bidang inilah yang trmaksud dalam pembahasa linguistik.
Pada pembahasan ini ada 3 hal yang akan dibahas yaitu:
3.A.     Alat-alat ucap itu sendiri
3.B.      Klasifikasi bahasa yang dihasilkan dari alat-alat ucap
3.C.      Suprasegmental bunyi yang dihasilkan dari alat-alat ucap itu sendiri.
A.    Alat ucap
Alat ucap yang kita miliki di dalaam tubuh sangat membantu dalam menyampaikan apa yang akan diutarakan. Dari situlah bunyi-bunyi itu keluar. Alat-alat ucap ini terbagi dua yaitu:
1.      Artikulator: alat ucap yang secara aktif bergerak dalam pembentukan bunyi. Antara lain:
·         Bibir bawah (lower lip/labium/ ىلسفل ا  الشفة)
·         Gig atas (upper teeth/dentum/ ةلعلوي ا الأسنان)
·         Gigi bawah (lower teeth/dentum/ ن الأسنا انخفاض)
·         Ujung lidah (tip of the tongue/apex/ ناللسا من غيض)
·         Daun lidah (blade o the tongue/laminum/ ناللسا شفرة)
·         Pangkal lidah (back of the tongue/dorsum/ ناللسا من الخلفي)
2.      Artikulasi /daerah artikulasi: daerah tempat terbentuknya bunyi bahasa. Antara lain:
·         Lengkung kaki gigi, gusi (alveloum)
·         Pita suara (vocal cord/ يلصوتا الحبل)
·         Rongga hidung (nasal cavity/ فالأن جوف)
·         Rongga mulut (oral cavity/ مالف جوف)
·         Rongga tekak (pharynx/ مبلعو)
·         Pangkal tenggorokan (larynx/ ةحنجر)
·         Epiglotis (epiglottis/ ةلها)
·         Langi-langi keras (hard palate/palatum/ بالصل الحنك)
·         Langit-langit lunak (soft palate/velum/ والرخ الحنك)
·         Anak tekak (uvula/ قلحل لهاة ا)
·         Anak tekak (uvula/ قلحل لهاة ا)[4]
B.     Klasifikasi Bahasa
1)      Vokal: bunyi yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan[5]. Bunyi bahasa tersebut merupakan hasil dari keterlibatan pita suara dengan daerah artikulasi tanpa ada terjadi di dalamnya penyempitan atau penutupan ketika artikulator dan artikulasi saling kontak. Sebagaimana kita menyebutkan huruf vokal yakni A, O, I, U dan E
Berdasarkan bentuk lidah dalam menghasilkan bunyi ada 2, yaitu:
a)      Horizontal: posisi lidah lebih datar. Kedatarannya akan mempengaruhi bunyi, yakni:
·         Vokal depan yang menghasilkan huruf i dan e
·         Vokal pusat/tengah/ madya yang menghasilkan huruf ∂ dalam kata lebih
·         Vokal belakang yang menghasilkan huruf u dan o
b)      Vertikal: berdasarkan tinggi rendahnya posisi lidah terhadap langit-langit, antara lain:
·         Vokal tinggi yang menghasilkan bunyi i dan u
·         Vokal tengah yang menghasilkan bunyi e
·         Vokal rendah yang menghasilkan bunyi a[6]
Berdasarkan bentuk mulutnya terbagi 2 yaitu:
a)      Vokal bundar untuk bunyi o dan u
b)      Vokal tidak bundar untuk bunyi i dan e
2)      Konsonan: bunyi yang dihasilkan dengan mempergunakan artikulasi pada salah satu bagian alat-alat bicara
Berdasarkan tempat artikulasinya terbagi 4 yaitu:
a.  Bilabial: bunyi huruf konsonan yang terjadi kedua belah bibir yang saling            berkontraksi. Contoh pada bunyi [b],[p],[m]. b] dan [p] adalah bunyi oral yaitu dikelarkan melalui rongga mulut, dan bunyi [m ] adalah bunyi nasal yatu bunyi yang dikeluarkan melalui rongga hidung.
b.    Labiodental: bunyi huruf konsonan yang terjadi pada bibir bawah dengan gigi atas yang menghasilkan huruf f dan v
c.   Dorsvelar: konsonan yang yang terjadi pangkal lidah dan velum sepert bunyi huruf k dan g
d    Aminoalveolar: Konsonan yang terjadi pada lidah dan gusi, seperti pada bunyi t dan d
Berdasarkan cara artikulasinya meliputi:
a.       Konsonan letupan, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan menghambat arus udara seluruhnya di tempat artikulasi tertentu secara tiba-tiba dan alat bicara di tempat tersebut dilepaskan kembali. Tahap pertama disebut “hambatan” atau “implosi” dan tahap kedua disebut “letupan” atau “eksplosi”. Contoh: diantara bibir, hasilnya (p) pada kata paman dan (b)pada kata batak. Diantara ujung lidah dan lengkung gigi : hasilnya (t) pada kata tari, dan (d) pada kata dari.
b.      Konsonan kontinuan, yaitu semua konsonan yang bukan letupan (dapat diteruskann pelafannya), meliputi beberapa jenis :
Ø  Konsonan getaran, yaitu : konsonan yang pelafalannya terdiri atas pengulangan cepat dari apa yang dapat disebut “pengartikulasian dasar”. Contoh: huruf (r), namanya”r getar”. Ujung lidah menyentuh gusi sebantar  lalu dilepaskan lagi , lalu menyentuhnya lagi.
Ø   Konsonan sengau , yaitu konsonan yang dihasilkan dengan menutup arus udara keluar melalui rongga mulut, denagan membuka jalan agar dapat keluar melalui rongga hidung. Contoh: pelafan huruf(m) pada kata masih, huruf(n) pada kata namun dan sebagainya.
Ø  Konsonan sampingan yaitu konsonan yang dihasilkan dengan menghalangi arus udara sedemikian rupa sehingga hanya bisa keluar melalui sebelah atau kedua belah sisi lidah saja. Tempat artikulasi antara ujung lidah dan lengkung kaki gigi, hasilnya (l) pada kata melamun.
Ø  Konsonan geseran (frikatif) yaitu konsonan yang dihasilkan oleh alur yang amat sempit sehingga sebagian besar arus udara terhambat. Contoh pada faringal: hasilnya (h) pada kata hamil, antara pangkal lidah dan anak tekak : hasilnya (r) rumah pada pelafalan orang sumatra.
Ø  Konsonan paduan atau afrikat yaitu: konsonan yang dihasilkan dengan menghambat udara pada salahsatu tempat artikulasi secara implosif, lalu melepaskannya secara frikatif. Contoh antara lidah dan langit-langit keras, pada kata bridge(jembatan).
Ø  Konsonan aliran yaitu konsonan kontinuan yang tidak frikatif atau paduan , demikian konsonan sengau dan konsonan sampingan adalah konsonan aliran.
c.       Konsonan kembar atau jeminat yaitu konsonan yang diperpanjang pelafalannya. Perpanjangan itu berbeda-beda sifatnya. Contoh dalam bahasa inggris abad pertengahan kata sonne “matahari” ( o nya diucapkan seperti vokal dalam kata inggris modern book ).
C.     Unsur Suprasegmental
Runtutan bunyi yang sambung-bersambung terus-menerus diselang-seling dengan jeda agak singkat, dengan memperhatikan keras lembutnya bunyi, tinggi rendahnya bunyi, dan sebagainya. Dibedakan menjadi:
1)      Silabel, yaitu : satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran, satu silabel biasanya meliputi satu vokal dan satu konsonan atau lebih.
2)      Jeda atau persendian, ini berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Sendi dalam menunjukan antara batas satu silabel dengan silabel lain (biasanya siberi tanda +) misalnya: /am+bil/, /lam+pu/, /pe+lak+sa+na/. Sendi luar menunjukan batas yang lebih besar dari segmen silabel. Biasanya dibedakan:
a.    Jeda antar kata dalam frase diberi tanda berupa garis miring tunggal (/).
b.    Jeda antar kata dalam klausa diberi tanda berupa garis miring ganda (//).
c.    Jeda antar kalimat dalam wacana diberi tanda berupa garis silang ganda(#),contoh: # buku // sejarah / baru #, # buku / sejarah // baru #.
3)      Tekanan , ini menyangkut masalah keras lunaknya bunyi.
4)      Nada, ini berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Dalam bahasa tonal biasanya dikenalo dengan lima macam nada:
a.       Nada naik atau meninggi yang biasanya diberi tanda keatas /....../
b.      Nada datar biasanya diberi tanda garis lurus mendatar /......./
c.       Nada turun atau merendah , biasanya diberi tanda garis menurun /......../
d.      Nada turun naik , yakni nada yang merendah lalu meninggi, biasanya diberi tanda /......../
e.       Nada naik turun, yaitu nada yang meninggi lalu merendah , biasanya diberi tanda dengan /......../
Nada yangmenyertai bunyi segmental di dalam kalimat disebut intonasi. Dalam hal ini biasanya dibedakan empat macam:
a.       Nada yang paling tinggi, diberi tanda dengan angka 4.
b.      Nada tinggi, diberi tanda dengan angka 3.
c.       Nada sedang atau biasa, diberi tanda dengan angka 2.
d.      Nada rendah , diberi tanda dengan angka 1.



BAB II: FONEMIK
Fonemik adalah bidang fonlogi yang mengkaji bunyi bahasa yang membedakan arti yang fungsional. Fonem adalah bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna dengan mencari pasangan minimalnya. Misalnya kata laba dan raba.
Identitas sebuah fonem hanya berlaku dalam satu bahasa tertentu saja. Misalnya dalam bahasa indonesia, terdapat pada kata bebek dan kata bebe lafalnya (bebe); tetapi kedua bunyi itu bukan dua buah fonem yang berbeda, melainkan hanya sebuah fonem yang sama, sebab bebek dan bebe bukan merupakan pasangan yang minimal. Pada pembahasan ini terdapatbeberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1)      Klasifikasi Fonem
Klasifikasi fonem pada dasarnya sama dengan klasifikasi bunyi yakni fonem vokal dan fonem konsonan. Fonem dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a.       Fonem segmental: fonem-fonem berupa bunyi yang didapat sebagai hasil segmentasi terhadap arus ujaran.
b.      Fonem supra-segmental: fonem yang berupa unsur suprasegmental.
2)      Beberapa perubahan dalam fonem
                I.            Perubahan pertama, Asimilasi
Asimilasi: peristiwa berubahnya bunyi menjadi bunyi yanglain sebagai akibat dari bunyi yang da dilingkungannya
Berdasarkan perubahan identitas fonemnya, asimilasi terbagi dua, yaitu:
a.       Asimilasi fonemis: perubahan yang menyebabkan dua bunyi yang berbeda menjadi sama. Contoh: sabtu dalam bahasa indonesia lazim diucapkan saptu.
b.      Asimilasi Fonetis
 Berdasarkan letak perubahan bunyi dan yang mempegaruhi perubahan, tiga yaitu:
c.        Asimilasi progresif: bunyi yang diubah terletak dibelakang bunyi yang mempengaruhinya.
d.      Asimilasi regresif: : Bunyi yang diubah itu terletak dimuka bunyi yang mempengaruhinya.
e.       Asimilasi resiprok: Perubahan itu terjadi pada kedua bunyi yang saling mempengaruhi.
                  II.            Perubahan kedua, berdasarkan perubahan wujud lafal karen sistem bahasanya
a.       Netralisasi: adalah suatu fonem dilafalkan sama tetapi menjadi berbeda waktu dieja karena suatu sistem bahasa. Contoh: kata sabtu sering dibaca saptu maka untuk menetralisirnya harus dikembalikan kebahasa aslinya yaitu bahasa Arab, sabtu.
b.      Aukifonem: suatu fonem yang bisa memiliki dua wujud dalam peristilahan linguistik. Contoh dalam kata jawab, biasa diucap jawap. Tetapi diberi imbuhan –an bentuknya berubah menjadi jelas (relisasi) yaitu b bukan p.
               III.            Perubahan ketiga, berdasarkan perubahan dalam hal tinggi rendahnya vokal
a.       Umlaut: perubahan vokal sedemikian rupa sehingga menyebabkan vokal menjadi yang lebih tinggi akibat vokal yang brikutnya lebih tinggi.
b.      Ablaut: perubahan vokal yang kita temukan dalam bahasa indo-jerman untuk menandai berbagai fungsi gramatikal.
c.       Harmoni vokal: vokal yang dikarenakan penambahan imbuhan (misal pada basa jawa akhiran –en) dan perubahan sifat (tunggal menjadi jamak pada bahasa turki)[7].
               IV.            Perubahan keempat: kontraksi, berarti menyingkat atau memperpendek kata dalam proses percakapan pemendekan ini biasanya sebuah fonem atau lebih akan hilang. Contohnya: tidak tahu diucapkan menjadi ndak tahu.
3)      Berdasarkan sifat yang membedakan bunyi dalam pelafalan (Alofon)
Alofon merupakan realisasi dari fonem. Alofon adalah pembeda bunyi dalam pelafalan, meskipun secara huruf adalah sama. Contoh: fonem /o/ mempunyai dua buah alofon, yaitu bunyi (É) seperti pada tokoh, dan bunyi (o) seperti pada kata toko. Berdasarkan sifatnya terbagi dua, yaitu:
a.       Komplementer: distribusi saling melengkapi distribusi yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan meskipun dipisahkan juga tidak akan menimbulkan perubahan makna.
b.      Babas: alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan lingkungan bunyi tertentu.





DAFTAR PUSTAKA
BERGABAI  HAL MEGENAI  FONOLOGI
J.W.M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 2008
Suparno, Dasar-Dasar Linguistik Umum, Tiara Wacana, Yogyakarta.2002
Pengertian Fonologi-Fonem-Fono Vokal –Konsonan,
http://ridwanaz.com/umum/bahasa/pengertian-fonologi-fonem-fona-vokal-konsonan/,  akses 24 november 2011.
Fonetik dan Fonemik
Chair, Abdul, Linguistik Umum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007


[1] BERGABAI  HAL MEGENAI  FONOLOGI

[2]    J.W.M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 2008, hal 19
[3]  Neurologi adalah cabang dari ilmu kedokteran yang menangani kelainan pada sistem saraf. Dokter yang mengkhususkan dirinya pada bidang neurologi disebut neurolog dan memiliki kemampuan untuk mendiagnosis, merawat, dan memanejemen pasien dan kelainan saraf.               
[4]    Suparno, Dasar-Dasar Linguistik Umum, Tiara Wacana, Yogyakarta.2002, hal 81-82
[5]    Pengertian Fonologi-Fonem-Fono Vokal –Konsonan, http://ridwanaz.com/umum/bahasa/pengertian-fonologi-fonem-fona-vokal-konsonan/,  akses 24 november 2011.
[6]    Fonetik dan Fonemik
[7] Berbagi Hal Mengenai Fonologi

Tidak ada komentar:

HOAKS SEBAGAI TANDA PENYAKIT JIWA DAN AKAL

HOAKS SEBAGAI TANDA PENYAKIT JIWA DAN AKAL Era teknologi menawarkan efesiensi kerja yang tidak terikat waktu, jarak dan tempat. Sifat...