Rabu, 07 Desember 2011

kewarganegaraan. sastra dan nagara

Sastra dan Negara
Nasib Sebuah Negara yang Indah



Nure Khun Rikhte/10110030/D


Pendahuluan
Puisi adalah rentetan kalimat indah. Siratan makna dari luapan emosi sang penyair. Dibutuhkan kekreatifan dan penjiwaan dalam pembuatan puisi bagi seorang penciptanya, begitu pula dalam pembuatan cerita dan hikayat. Pemilihan kata yang tepat pada penyusunan bait-bait mitiara dan pesan-pesan yang ingin diungkapkan kepada si pembaca.
Sayangnya para pemerintah kurang merespon bahkan tidak merespon kritikan halus ini sehingga para kritikus muda memilih cara instan seperti berdemo dan kekerasan, sedangkan kekerasan merupakan cara yang dapat merugikan banyak pihak baik dari yang bersangkutan ataupun yang tidak bersangkutan.
Pada umunya karya sastra seperti puisi, cerita dan novel berisi penggambarkan situasi dan keadaan sesuatu, termaksud didalamnya sebuah kritikan terhadap ketidakadilan para penguasa, pujian pada sang kekasih, interaksi antara tuhan dengan manusia dan sesuatu yang berkesan. Kata yang disusun biasanya menggunakan perumpamaan agar terkesan indah dan mendalam.
Keberadaan para penguasa lalim tidaklah 100% buruk, dan dia bisa dikatakan buruk karena terdapat kebaikannya. Berterimakasihlah pada-Nya, karena dengan keberadaan mereka akan memunculkan kesadaran sosial dan kepedulian sesama untuk membantu yang lain. Banyaknya kemunculan tokoh penguasa yang buruk bukan berarti pertanda buruk tetapi sebagai pertanda baik karena telah terungkap keburukan yang tersembunyi selama bertahun-tahun mengarang dalam tanah air Indonesia.
Setiap jaman akan dikumandangkan suara rakyat, suara kesadaran, suara Tuhan dan suara kebaikan. Salah satu contoh suara penegur penguasa licik adalah puisi ciptaan Rendra yang menggambarkan kedaan negara Indonesia, dikhususkan pada hubungan antara rakyat dengan penguasa. Adapun isi dan penjelasannya akan dibahas dalam buku ini beserta analisisnya  
Dua Orang Lapar
karya Rendra
Kelaparan adalah burung gagak
Yang licik dan hitam
Jutaan burung gagak
Bagai awan yang hitam
O Allah!
Burung gagak menakutkan
Dan kelaparan adalah burung gagak
Selalu menakutkan
Kelaparan adalah pemberontakan
Adalah penggerak gaib
Dari pisau-pisau pembunuh
Yang diayunkan oleh tangan-tangan orang miskin
Kelaparan adalah batu-batu karang
Diwajah laut yang tidur
Adalah air mata penipuan
Adalah pengkhianatan kehormatan
Seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu
Melihat bagaimana tangannya sendiri
Meletakkan kehormatannya di tanah
Karena kelaparan
Kelaparan adalah iblis
Kelaparan adalah iblis yang menawarkan kediktatoran
O Allah!
Kami berlutut
Mata kami adalah mata-Mu
Ini juga mulut-Mu
Ini juga hati-Mu
Ini juga perut-Mu
Perut-Mu lapar, Ya Allah
Perut-Mu menggenggam tawas
Dan pecahan-pecahan gelas kaca

O Allah!
Kelaparan adalah burung gagak
Jutaan burung gagak
Bagai awan yang hitam
Menghalang pandanganku
Ke surga-Mu!
[1]


BIOGRAFI PENULIS SASTRA

RENDRA
Nama                    : Willibrodus Surendra Broto Rendra
Tempat Lahir     : Solo
Tanggal Lahir    : 7 November 1935
Nama Ayah        :
R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo
Nama ibu            :
Raden Ayu Catharina Ismadillah
Agama                  : Katolik dan muallaf thn 1970
Istri pertama       : Sunarti Suwandi
Anak                     :
Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Klara S  

                               Daniel Seta dan Samuel Musa
Istri kedua           :
Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat.
Anak                    
: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi dan Rachel  
                                 
Saraswati
Istri ketiga            : Ken Zuraida
Anak                    
: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba
Wafat                    : 6 Agustus 2009
Tempat Wafat    : Jakarta
Umur                    : 73 tahun
Pendidikan         : TK Yayasan Marsudirini
                                  SD Katolik St. Yosef Solo
                                  SMP Katolik St. Yosef Solo
                                  SMA Katolik St. Yosef Solo
                                  Sastra Inggris, UGM Yogyakarta
                                  America Academy of Dramatic Art[2]
Penghargaan      : Hadiah Akademik Jakarta (1975)
                                 The S.E.A. Write. Award (1996)
                                 Penghargaan Akhmad Bakri (2006) dll.




Analisis Sastra dan Negara
Sebelum kita dapat memahami puisi lebih dalam, sebaiknya kita menganal kesastraan yang terkandung dalam puisi sebelumnya  agar kita dapat meresapi isi yang tersimpan didalamnya. Penggunaan majas sangat berperan pada isi dan nilai sebuah puisi, semakin indah pilihan katanya semakin banyak penafsirannya dan semakin luas pemaknaannya sehingga menciptakan efek-efek yang berwarna. Penggunaan cara khasnya dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
Dari segi sastra kata kelaparan diumpamakan sebagai burung gagak. Penggunaan majas personifikasi dalam kata kelaparan yang  menjadikan kelaparan sebagai tingkah laku manusia yang memiliki sifat licik dan hitam; pemberontakan; pengkhianatan kehormatan; seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu dan  iblis yang menawarkan kediktatoran[3].
Selain menggunakan majas personifikasi, penulis mengungkapkan bait-baitnya menggunakan majas aptronim yaitu, Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang seperti pada bait pertama Yang licik. Rendra menggunakan majas hiperbola dengan mengungkapkan sesuatu secara berlebihan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal, contohnya pada bait Perut-Mu menggenggam. Dia juga menggunakan majas sarkasme guna menyindir langsung dan kasar[4] dengan menggunakan kata pemberontak, iblis dan pisau-pisau pembunuh dan masih banyak lagi.
Citraan yang digunakan yakni citraan visual/penglihatan, dalam majas dinamakan majas sintesis yang artinya kata yang digunakan untuk mengungkapkan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya. Adapun bait yang dimaksud adalah pada kalimat Bagai awan yang hitam. Umumnya, puisi banyak menggunakan majas repitisi yaitu perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat seperti kalimat O Allah, dan Kelaparan adalah burung gagak/ Yang licik dan hitam/ Jutaan burung gagak/ Bagai awan yang hitam.
Dalam puisi ini, kita diajak meresapi dan merasakan, sehingga kita dapat merasakan seakan-akan dapat melihat apa yang ditangkap oleh daya imajinasi. Puisi ini sangat menyinggung keadaan negar dan bangsa Indonesia. Kita diajak melihat negara kita, di sana terdapat jutaan Burung Gagak seperti awan hitam karena banyaknya. Makna kelaparan pada burung gagak disandingi dengan penggerak gaib sedangkan batu-batu karang disandingi dengan lautan yang tenang.   
Puisi ini mengandung banyak kalimat ambigu sehingga memunculkan banyak presepsi, seperti pada pada kalimat kelaparan, kelaparan adalah burung gagak/yang licik dan hitam/Jutaan burung gagak dan bagai awan yang hitam.
Dari puisi diatas ada sebuah makna yang tersirat oleh kita tentang kehidupan bernegara yang penuh dengan ketidakadilan yang membuat penulis mengadukannya kepada tuhan agar menyadarkan mereka baik melalui puisi ini ataupun dengan cara-Nya sendiri.
Pada bait pertama, dalam puisi ini menyebutkan keadaan penguasa ataupun pemerintah dalam keadaan kelaparan yang diibaratakan seperti burung Gagak. Penulis menggunakan kata burung Gagak karena didalam kata Burung Gagak memiliki makna yang dalam dan kejam. Burung Gagak adalah burung pemakan bangkai dan pemberi tanda datangnya musibah dan kesialan. Jika seseorang diibaratkan seperti burung gagak, berarti penulis ingin mengungkapkan bahwa penguasa yang lalim membawa keburukan dan kerusakan yang bersifat licik dan berhati hitam.
Para pemimpin yang licik ini banyak menduduki posisi penting ditengah masyrakat, seperti DPR, gubernur, lurah, dan posisi badan terpenting lainnya. Kehidupan penuh dan sesak karena diisi dengan orang-orang “hitam” yang jahat. Keadaan ini diumpamakan seperti jutaan burung gagak yang memenuhi langit sehingga berbentuk gumpalan awan hitam.
Orang-orang yang licik seperti ini sebenarnya harus diberi sanksi berat, sebagaima yang terjadi di Singapura dan China menggunakan hukuman mati bagi yang korupsi, sehingga tidak ada yang berani melakukan korupsi dan tidak merugikan negara dan rakyat lagi. 
Keadaan dan perasaannya ini dikeluhkan kepada tuhannya “Allah” akan ketakutannya. Persaannya terhadap Burung gagak itu. Seperti halnya orang  terdahulu yang merasa takut ketika melihat burung gagak. Rendra mengartikan kelaparan tidak hanya seperti Burung Gagak, tetapi juga seperti pemberontakan.
Makna kelaparan pertama memiliki arti burung gagak yang ditujukan maknanya kepada penguasa yang licik akan tetapi dalam pemahaman kedua memiliki pengertian si pemberontak yang ditujukan kepada rakyat yang muak kepada prilaku pemerintah sehingga mereka memberontak mencari kebebasan dan keadilan.
Pernakah anda mendengar istilah rakyat adalah suara Tuhan? Pada bait selanjutnya kalimat ambigu adalah penggerak gaib merupakan maksud dari pengistilahan makna suara Tuhan, wakil suara Tuhan untuk memperingatkan penguasa agar tidak berlaku lalim. Rendra juga mengibaratkan akan ketajaman suara Tuhan ini seperti pisau-pisau pembunuh yang kapan saja dapat melukai orang-orang lalim termaksud disaat mereka terbuai dengan kekuasaan dan kedudukan dan ketika mereka, penguasa yang bertindak sewenag-wenang terhadap rakyat.
Rakyat yang sangat merasakan penderitaan adalah orang-orang miskin. Mereka inilah yang menjadi bahan bakar dan pemicu pemberontakan suatu negara. Dapat kita lihat seperti di Papua yang dirampas tanahnya ataupun pengungsi lumpur Lapindo bahkan waktu kenaikan BBMpun rakyatlah yang menggetarkan hati para mahasiswa untuk mengajukan protes atas kenaikan harga BBM. Suara rakyat miskin seperti pisau yang tajam yang siap dipakai jika ada yang mengganggu kedamaian hidup orang miskin.
Padahal mereka, rakyat dan semua anggota pada suatu negara memiliki hak yang harus dijaga oleh pemerintah. Seperti dalam UUD 45 pada pasal 28D yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Pada pasal 31 ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
Kelaparan diibaratkan sebagai batu karang yang tajam yang selalu menghancurkan keindahan air laut yang tenang. Penguasa yang yang licik bak batu karang tajam yang selalu membuat keonaran ditengah tenangnya kehidupan rakyat. Akan tetapi tanpa batu karang lautpun tak akan terlihat indah dari atas begitu pula tanpa adanya pemberontakan hidup terasa tak berwarna dan tidak ada kemajuan dan pemerbaikan.
Rendra juga mengibaratkan pemerintah yang licik seperti air mata penipuan, awalnya membuat orang simpatik dengan kampanyenya tetapi akan berbalik menipu rakyat jika telah diangkat pada posisi tertentu. Para orang-orang jahat melakukan pengkhianatan terhadap rakyat dan negara. Dia dihormati rakya karena kedudukannya tetapi dia juga yag menjatuhkan martabatnya sendiri dengan sikapnya yang buruk.
Pada bait yang berbunyi Seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu/Melihat bagaimana tangannya sendiri/Meletakkan kehormatannya di tanah memiliki dua presepsi. Presepsi pertama, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa Penguasa licik seperti seorang pemuda yang gagah karena kehormatannya dan dia menjatuhkan sendiri kehormatannya dengan tangannya sendiri. Presepsi kedua, bait ini merupakan sindiran terhadap penguasa lalim seperti pemuda yang gagah tetapi menangis seperti orang lemah dan ia juga meletakkan kehormatannya ditanah dengan tangannya sendiri yang menunujukkan betapa hinanya pemerintah yang licik itu.
Rendra juga mengibaratkan kelaparan seperti iblis. Mereka, penguasa yang lalim layaknya iblis yang membawa kediktatoran pada rakyat yang lemah. Penulis mengumpamakan penguasa yang jahat seperti iblis karena mengingat bahwa iblis merupakan makhluk paling jahat didunia. Dia menghasut Adam memakan buah Khuldi yang akhirnya merugikan Adam dan Hawa. Begitu juga dengan Iblis yang berwujud manusia, sang penguasa picik ini menawarkan kediktatoran kepada negara guna merugikan rakyat dan menguntungkan penguasa.
Akhir dari pengaduannya adalah Allah. Dengan memberi pengakuan bahwa perutnya adalah perut-Nya, begitu pula dengan mata dan mulutnya. Sehingga secara tidak langsung dia mengharapkan bahwa Tuhan juga merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat. Penulis menggambarkan keadaan perutnya seperti menggenggam tawas yang apa bila mengenai kulit akan mengelupas dan kesat. Didalam tawas mengandung zat yang berbahaya untuk dimakan, apalagi jika mengenai perut dalam. Begitu pula dengan menggenggam pecahan kaca yang jika mengenai kulut akan robek dan berdarah apalagi mengenai perut dalam rasanya akan seperti teriris-iris dan luka. Kemudian dia kembali megungkapakan pada Allah bahwa selain bermakna penguasa yang licik dan rakyat yang tertindas, kelaparan juga bermakna sifat buruk yang dapat menghalangi pandangannya dari Allah menuju surga-Nya.  
Pada penafsiran pertama, penulis menggambarkan kelaparan separti burung Gagak yang ditujukan pada manusianya. Akan tetapi pada penafsiran kedua, kelaparan diartikan sebagai sebuah sifat yang pada bait terakhir dia memohon pada Tuhannya agar dijauhkan dari sifat kelaparan yang akan menghancurkan hidupnya. Penggambaran sifat dan tindakan jahat itu telah digambarkan dahulu oleh penulis pada bait-bait awal hingga tengah. Sifat yang buruknya seperti burung Gagak yang licik dan hitam. Sifat yang selalu menakutkan dan selalu memberontak. Akan tetapi penafsiran terakhir tidak sekuat tafsiran pertama yang lebih spesifik.
KESIMPULAN
Penulis mengungkapkan bahwa dia ingin menjauh dari hal buruk, baik bermaksud sifat ataupun sesosok manusia yang bersifat buruk  sebagiamana yang ia gambarkan tentang kelaparan. Kelaparan seperti Burung Gagak, Iblis, Pemuda yang lemah, pemberontakan dan batu karang yang kemunculannya dipermukaan air menimbulkan struktur yang tidak tenang dalam kehidupannya. Dan  zat yang dapat menolongnya hanyalah tuhan, Allah!
Penulis juga mengadukan keadaan negara ini yang penuh dengan kelaparan, para penguasa licik dan Orang miskin. Yang dijalani dengan prinsip kediktatoran penguasa. Yang menguasai rakyat jelata. Yang harus kelaparan karena sikap mereka yang sewenang-wenang terhadap rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Syayuti, Prof. Dr. Suminto A. “Berkenalan dengan Puisi”, Gama Media: Yogyakarta, 2002

BIOGRAFI PENULIS

Nama                    : Nure Khun Rikhte H
NIM                       : 10110030
Kelas                     : D
Alamat                 : PA. Kelas 1, Jln. Ahmad Dahlan Kec. Sirimau, Ambon
Tempat Lahir     : Jakarta
Tanggal Lahir    : 12 Juli 1992
Pendidikan         : TK Al-Khairat, Ternate
                             
 SD Negeri 64, Ambon
                               SMP Al-Ma’hadul Islam, Pasuruan, Jawa Timur
                               SMA Al-Ma’hadul Islam, Pasuruan, Jawa Timur
                               Sekarang kuliah di UIN SuKa, Yoyakarta
Motto Hidup       : Jalani Hidup Dengan Penuh Keseimbangan
.

 













[2]  W. S. Rendra, http://id.wikipedia.org/wiki/W_S_Rendra. akses 20 mei 2011
[3] Prof. Dr. Suminto A. Sayuti “Berkenalan dengan Puisi”, Gama Media: Yogyakarta, 2002
[4] Semua pengertian majas merujuk pada situs, “Majas”, http://id.wikipedia.org/wiki/majas, akses, 1 juni 2011

1 komentar:

yuliantoedi mengatakan...

terima kasih sudah berbagi informasi. sangat bermanfaat

HOAKS SEBAGAI TANDA PENYAKIT JIWA DAN AKAL

HOAKS SEBAGAI TANDA PENYAKIT JIWA DAN AKAL Era teknologi menawarkan efesiensi kerja yang tidak terikat waktu, jarak dan tempat. Sifat...